Hukum Membawa ID Card dengan Lafal Allah ke Dalam Toilet
Tanya :
Ustadz, bolehkah membawa ID Card (semisal tanda peserta atau panitia) yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet? Makruh atau haram? (Fahmi Amhar, Cibinong)
Jawab :
Disunnahkan melepas segala atribut yang mengandung lafal Allah, baik berbentuk cincin, tanda panitia/peserta (ID Card), koin, maupun yang lainnya sebelum seseorang memasuki toilet. Jika tidak melepas, hukumnya tidak haram namun termasuk khilaful aula, yaitu menyalahi yang lebih utama. Jika tidak melepas sebaiknya ID Card itu diletakkan dalam wadah tertutup (mastur) seperti tas atau saku baju.
Dalil kesunnahannya, hadis Anas RA bahwa Rasulullah SAW jika hendak memasuki khala` (tempat membuang hajat), beliau melepaskan cincinnya. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Nasa`i). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 1/157; Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/110). Dalam kitab As Shahihain (Bukhari dan Muslim) terdapat hadis yang menjelaskan pahatan pada cincin Rasulullah SAW itu berbunyi “Muhammad Rasulullah“. (Al Majmu’, 2/110).
Berdasarkan hadis Anas RA ini, Imam Syirazi penulis kitab Al Muhadzdzab sebagaimana dikutip Imam Nawawi, berkata bahwa jika seseorang hendak memasuki tempat membuang hajat (al khala`) sedang dia membawa sesuatu yang mengandung dzikir kepada Allah SWT, maka yang mustahab (sunnah) adalah ia melepaskannya. Imam Nawawi juga menukilkan pendapat Imam Mutawalli dan Imam Rafi’i, bahwa hukum sunnah ini tak berbeda apakah lafal dzikir itu tertulis pada cincin, koin dinar, koin dirham, ataupun pada yang lainnya. (Al Majmu’, 2/110). Imam Shan’ani menyatakan pendapat serupa bahwa hukum sunnah ini tidak khusus untuk cincin, melainkan bersifat umum untuk segala benda yang dikenakan yang mengandung dzikir kepada Allah (kullu malbusin fiihi dzikrullah). (Subulus Salam, 1/157).
Inilah dalil sunnahnya melepas segala atribut yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet. Jika seseorang tidak melepasnya, jumhur ulama mengatakan hukumnya makruh. (Ahmad Salim Malham, Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyah Al Khashshah bi Al Qur`an, hlm. 439). Namun kami berpendapat, lebih tepat disebut khilaful aula, bukan disebut makruh. Sebab dalil larangan makruh itu tak ada. Yang ada adalah dalil perintah sunnah untuk melepas sesuatu yang mengandung lafal Allah. Jika seseorang tak mengerjakan perbuatan sunnah, tak berarti dia telah mengerjakan perbuatan yang makruh. (Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyah, 3/228).
Sebagian ulama dari mazhab Maliki mengharamkan membawa sesuatu yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet, dengan alasan lafal Allah adalah bagian mushaf. (Ad Dardir, As Syarh Al Kabir, 1/107). Pengarang kitab Kasyaful Qana’ menyebutkan dalam hal ini sebagian mushaf hukumnya sama dengan mushaf utuh. (Kasyaful Qana’, 1/59). Memang benar membawa mushaf ke dalam toilet hukumnya haram. Tapi berdasarkan hadis Anas RA di atas, yang lebih tepat adalah membedakan hukum antara membawa mushaf dengan membawa selain mushaf (seperti cincin dan semisalnya) ke dalam toilet. (Ahmad Salim Malham, ibid., hlm. 439-440).
Pendapat yang mengharamkan ini mungkin bertolak dari pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Dawud, Nasa`i, dan Baihaqi yang mendhaifkan hadis Anas RA. Namun Imam Tirmidzi mengatakan hadis Anas RA adalah hadis hasan sahih gharib. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/110). Pendapat Imam Tirmidzi ini didukung Imam Shan’ani yang menerangkan hadis Anas RA tersebut telah diperkuat oleh syahid (hadis serupa dengan jalur periwayatan lain) yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Imam Al Hakim. (Subulus Salam, 1/157).
Maka, berdasarkan hadis Anas RA ini, yang tepat adalah membedakan hukum membawa mushaf ke dalam toilet yang hukumnya haram, dengan membawa sesuatu selain mushaf (seperti ID Card) yang hukumnya tidak haram. Wallahu a’lam. [ ][al-khilafah.org]
Pangkalpinang, 17 Juni 2012
Muhammad Shiddiq Al Jawi
Ustadz, bolehkah membawa ID Card (semisal tanda peserta atau panitia) yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet? Makruh atau haram? (Fahmi Amhar, Cibinong)
Jawab :
Disunnahkan melepas segala atribut yang mengandung lafal Allah, baik berbentuk cincin, tanda panitia/peserta (ID Card), koin, maupun yang lainnya sebelum seseorang memasuki toilet. Jika tidak melepas, hukumnya tidak haram namun termasuk khilaful aula, yaitu menyalahi yang lebih utama. Jika tidak melepas sebaiknya ID Card itu diletakkan dalam wadah tertutup (mastur) seperti tas atau saku baju.
Dalil kesunnahannya, hadis Anas RA bahwa Rasulullah SAW jika hendak memasuki khala` (tempat membuang hajat), beliau melepaskan cincinnya. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Nasa`i). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 1/157; Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/110). Dalam kitab As Shahihain (Bukhari dan Muslim) terdapat hadis yang menjelaskan pahatan pada cincin Rasulullah SAW itu berbunyi “Muhammad Rasulullah“. (Al Majmu’, 2/110).
Berdasarkan hadis Anas RA ini, Imam Syirazi penulis kitab Al Muhadzdzab sebagaimana dikutip Imam Nawawi, berkata bahwa jika seseorang hendak memasuki tempat membuang hajat (al khala`) sedang dia membawa sesuatu yang mengandung dzikir kepada Allah SWT, maka yang mustahab (sunnah) adalah ia melepaskannya. Imam Nawawi juga menukilkan pendapat Imam Mutawalli dan Imam Rafi’i, bahwa hukum sunnah ini tak berbeda apakah lafal dzikir itu tertulis pada cincin, koin dinar, koin dirham, ataupun pada yang lainnya. (Al Majmu’, 2/110). Imam Shan’ani menyatakan pendapat serupa bahwa hukum sunnah ini tidak khusus untuk cincin, melainkan bersifat umum untuk segala benda yang dikenakan yang mengandung dzikir kepada Allah (kullu malbusin fiihi dzikrullah). (Subulus Salam, 1/157).
Inilah dalil sunnahnya melepas segala atribut yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet. Jika seseorang tidak melepasnya, jumhur ulama mengatakan hukumnya makruh. (Ahmad Salim Malham, Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyah Al Khashshah bi Al Qur`an, hlm. 439). Namun kami berpendapat, lebih tepat disebut khilaful aula, bukan disebut makruh. Sebab dalil larangan makruh itu tak ada. Yang ada adalah dalil perintah sunnah untuk melepas sesuatu yang mengandung lafal Allah. Jika seseorang tak mengerjakan perbuatan sunnah, tak berarti dia telah mengerjakan perbuatan yang makruh. (Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyah, 3/228).
Sebagian ulama dari mazhab Maliki mengharamkan membawa sesuatu yang mengandung lafal Allah ke dalam toilet, dengan alasan lafal Allah adalah bagian mushaf. (Ad Dardir, As Syarh Al Kabir, 1/107). Pengarang kitab Kasyaful Qana’ menyebutkan dalam hal ini sebagian mushaf hukumnya sama dengan mushaf utuh. (Kasyaful Qana’, 1/59). Memang benar membawa mushaf ke dalam toilet hukumnya haram. Tapi berdasarkan hadis Anas RA di atas, yang lebih tepat adalah membedakan hukum antara membawa mushaf dengan membawa selain mushaf (seperti cincin dan semisalnya) ke dalam toilet. (Ahmad Salim Malham, ibid., hlm. 439-440).
Pendapat yang mengharamkan ini mungkin bertolak dari pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Dawud, Nasa`i, dan Baihaqi yang mendhaifkan hadis Anas RA. Namun Imam Tirmidzi mengatakan hadis Anas RA adalah hadis hasan sahih gharib. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/110). Pendapat Imam Tirmidzi ini didukung Imam Shan’ani yang menerangkan hadis Anas RA tersebut telah diperkuat oleh syahid (hadis serupa dengan jalur periwayatan lain) yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Imam Al Hakim. (Subulus Salam, 1/157).
Maka, berdasarkan hadis Anas RA ini, yang tepat adalah membedakan hukum membawa mushaf ke dalam toilet yang hukumnya haram, dengan membawa sesuatu selain mushaf (seperti ID Card) yang hukumnya tidak haram. Wallahu a’lam. [ ][al-khilafah.org]
Pangkalpinang, 17 Juni 2012
Muhammad Shiddiq Al Jawi
Tidak ada komentar