Header Ads

FOKE-NARA VS JOKOWI-AHOK : Sama-Sama Cuma Jual Citra

Oleh : Mujiyanto


Kedua pasangan calon gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta tidak ada yang membawa syariah Islam.

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta memasuki putaran kedua. Dua pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Foke-Nara dan Jokowi Ahok harus bertarung lagi setelah pada putaran pertama tidak ada yang menang mutlak. Pasangan Jokowi-Ahok hanya memperoleh sekitar 44 persen suara, sementara Foke-Nara sekitar 33 persen.


Pada 20 September nanti, kedua pasangan ini akan kembali bertarung. Suasana panas pun sangat terasa menjelang perhelatan itu. Masing-masing berusaha meraih simpati dengan berbagai cara karena tidak ada lagi kampanye. Berbagai jurus dikeluarkan. Berbagai kalangan dirangkul untuk diambil suaranya, atau minimal dukungannya.

Tak terkecuali dalam pertarungan memperebutkan kursi penguasa Jakarta itu, isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) muncul. Dari semua isu itu, yang paling mengemuka adalah isu agama. Kedua calon terlihat ingin sekali meraih dukungan kalangan non Muslim.

Jokowi, menurut pengamat sosial politik Mustofa B Nahrawar¬daya, memiliki perhatian yang besar terhadap non Muslim. Ia mencoba menampik salah satu pembicara dalam sebuah forum yang mengemukakan bahwa penguasa Muslim akan memberikan perhatian kepada non Muslim.

Sebagai bukti Mustofa mengungkap data bahwa Pemkot Solo mengalokasikan anggaran yang cukup besar kepada non Muslim, "Bantuan itu lebih banyak diberikan kepada pihak non Mus-lim, sebesar 71,88 persen dari anggaran Rp 4,7 milyar. Itu ada untuk ormas, sekolah.” ujar Mustofa seperti dikutip rmol.com, Rabu (15/8).

Sementara untuk kalangan Islam, alokasi dana bansos hanya sebesar 28,12 persen. "Itu data anggaran Bansos yang dilaporkan ke DPRD Solo dari Januari sampai Desember tahun 2009. Saya hanya mengambil samplenya saja. Kan satu periode ada lima tahun," ungkapnya dalam acara Indonesia Lawyers Club di TVOne. Ia ingin menyampaikan bahwa Jokowi pun melindungi kalangan minoritas.

Seakan tak mau kalah, gubernur incumbent Fauzi Bowo pun mendekati kalangan non Muslim. Ia bertamu ke Gereja Mawar Saron, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu, (8/12). Gubernur yang pernah sekolah di SD Katolik Bellarminus dan Kolese Kanisius Jakarta ini mengaku datang ke sana untuk bertemu kawan lamanya. Kawan yang dimaksud adalah pendeta Jacob Nahuway, pemimpin Gereja Mawar Saron. "Saya ke sini.bertemu kawan lama, bersilaturahmi," ujarnya.

Di hadapan puluhan pendeta, Foke mengaku sering berdiskusi tentang isu-isu keagamaan bersama pendeta Jacob. "Sebagai Gubernur, saya berupaya kerja keras memenuhi aspirasi masyarakat, termasuk umat kristiani," ujarnya.

Pendeta Jacob Nahuway menyatakan rasa harunya atas kunjungan Fauzi Bowo, Apalagi Fauzi yang sedang berpuasa itu menyiapkan sajian santap siang bagi jemaah gereja. Ia kemudian memimpin doa agar Fauzi Bowo diberi kekuatan untuk melanjutkan kepemimpinannya di Jakarta. "Kalau memang kehendak Tuhan seseorang jadi pemimpin, maka tidak ada yang bisa menghentikan itu"

Tak Bawa Syariah

Kedua pasangan itu selain mencoba meraih dukungan dari non Muslim, juga berusaha menampakkan sosok sebagai orang-orang yang alim. Mereka sama-sama berusaha mengidentikkan diri sebagai sosok yang dekat dengan para ulama. Mereka singgah di masjid atau mushala serta melaksanakan shalat di sana di bawah sorotan kamera televisi.

Namun jika diamati secara mendalam, mereka tidak satu pun melontarkan gagasan yang pro terhadap syariah Islam. Bahkan, tidak ada satu pun dari program keduanya yang membahas pembahasan kemaksiatan di DKI Jakarta.

Padahal semua tahu, bahwa DKI menjadi pusat kemaksiatan di Indonesia. Jakarta sendiri adalah juara nasional dalam jumlah warga pengidap HIV/AIDS. Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah kumulatif kasus AIDS di DKI Jakarta dalam kurun 1987 - Maret 2012 sebanyak 5.118 pasien. Jumlah kasus HIV yang tercatat hampir empat kali lipatnya, yaitu 20.216 pasien.

"DKI Jakarta merupakan propinsi yang paling banyak penderita HIV/AIDS-nya,” ungkap Menkes Nafsiah Mboi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin, 25 Juni 2012.

Fenomena HIV/AIDS berjalin-kelindan dengan perzinaan (termasuk homoseks atau liwath) dan narkoba. Pada 2009 tercatat, dari sekitar 50.000 pelacur se-DKI, yang mengidap HIV-AIDS mencapai 1.500 orang. Jakarta juga punya miniatur "Republik Narkoba" bernama Kampung Ambon (Cengkareng) dan Kampung Bali (Tanah Abang).

Walhasil, sosok yang ditampakkan oleh kedua calon gubernur DKI hanya sekadar pencitraan pribadi, tidak ada hubungannya dengan program kerja yang ingin mengubah DKI Jakarta lebih islami.

Anehnya, sikap kedua calon seperti itu didukung oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai representasi umat Islam. Alasannya, dicari-cari dan diutak-atik agar pas. Padahal sebenarnya yang terjadi, dukungan itu sekadar aji mumpung atau pragmatisme semata.

Seolah-olah pasangan dukungannya lebih islami dan memperhatikan umat Islam. Padahal, sebenarnya mereka tak akan membawa aspirasi Islam, apalagi mau menerapkan Islam secara kaffah, kecuali yang akan menguntungkan pemerintahannya. Mereka tetap berpijak pada prinsip demokrasi dan menganggap Islam hanya sebagai agama ritual.

Awas tertipu lagi! [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.