HTI Sebut Wacana Sertifikasi Ulama Kekerasan Terhadap Pemikiran
Wacana sertifikasi terhadap para ulama yang dilontarkan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT) guna membendung aksi terorisme
yang marak akhir akhir ini menuai kecaman keras dari Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) Kobar.
Ketua HTI Kobar Abu Nasir menilai wacana sertifikasi terhadap para
ulama merupakan ide ngawur dan sebagai bentuk kriminalisasi pemikiran
Islam. “Ide sertifikasi hanya semakin menunjukkan bahwa BNPT terjangkit
Islamophobia dan kehabisan akal memberantas aksi terosisme. Ide ini
jelas berbahaya dan harus di tolak,” tegasnya.
Dalam pandangan BNPT, kata dia, seolah olah memposisikan ajaran jihad dalam Islam sebagai sumber atau inspirasi bagi tindakan terorisme.
Menurut Abu, akar masalah terorisme bukanlah berasal dari Islam ataupun dakwah Islam yang dilakukan para ulama dan gerakan dakwah. Persoalan terorisme justru berakar dari ketimpangan hukum dan ekonomi yang menjerat hidup rakyat.
Kondisi ini diperparah dengan ketidakadilan global yang menjadikan kaum muslimin sebagai korban dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan seperti yang terjadi diberbagai belahan dunia.
Humas HTI Kobar Andri Saputra menambahkan jika wacana sertifikasi terhadap ulama diterapkan, maka hanya akan menimbulkan kekerasan baru dalam ranah pemikiran dan membatasi gerak dakwah. “Selain itu, dapat menjadi alat politik untuk menangkap para ulama atau dai yang kritis terhadap kebijakan zalim yang dilakukan penguasa. Kalau ini terjadi, berarti sama saja kembali kepada rezim orde baru yang otoriter,” jelasnya. Sebelumnya, dalam sebuah diskusi Sindoradio, bertajuk “Teror Tak Kunjung Padam” di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012), Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengusulkan adanya sertifikasi terhadap ulama.
“Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” ujarnya. [borneonews/HTIPress/www.al-khilafah.org]
Dalam pandangan BNPT, kata dia, seolah olah memposisikan ajaran jihad dalam Islam sebagai sumber atau inspirasi bagi tindakan terorisme.
Menurut Abu, akar masalah terorisme bukanlah berasal dari Islam ataupun dakwah Islam yang dilakukan para ulama dan gerakan dakwah. Persoalan terorisme justru berakar dari ketimpangan hukum dan ekonomi yang menjerat hidup rakyat.
Kondisi ini diperparah dengan ketidakadilan global yang menjadikan kaum muslimin sebagai korban dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan seperti yang terjadi diberbagai belahan dunia.
Humas HTI Kobar Andri Saputra menambahkan jika wacana sertifikasi terhadap ulama diterapkan, maka hanya akan menimbulkan kekerasan baru dalam ranah pemikiran dan membatasi gerak dakwah. “Selain itu, dapat menjadi alat politik untuk menangkap para ulama atau dai yang kritis terhadap kebijakan zalim yang dilakukan penguasa. Kalau ini terjadi, berarti sama saja kembali kepada rezim orde baru yang otoriter,” jelasnya. Sebelumnya, dalam sebuah diskusi Sindoradio, bertajuk “Teror Tak Kunjung Padam” di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012), Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengusulkan adanya sertifikasi terhadap ulama.
“Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” ujarnya. [borneonews/HTIPress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar