Header Ads

CIIA: Catatan Akhir Tahun Polri Telah Diskriminasikan Umat Islam Dengan Label Teroris

Direktur The Community of Ideological Islam Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menilai Kapolri telah melakukan diksriminasi label teroris. Stigma teroris seakan hanya dialamatkan kepada kelompok Islam, sedangkan kekerasan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) hanya disebut sebagai kelompok bersenjata.



“Padahal intensitas kekerasan dan aksi teror OPM jauh lebih tinggi dibanding kasus di Jawa atau Poso. Tapi Polri hanya melabeli mereka kelompok bersenjata, dan teroris untuk kelompok yang terkait dengan ideologi Islam,” terangnya menanggapai catatan akhir tahun Mabes Polri, kepada Islampos.com, Sabtu (29/12/2012).

Jika dilihat dari gerakannya, OPM adalah organisasi mapan dengan visi politik memisahkan diri dari NKRI, melakukan aksi teror dari penembakan sampai rencana pengeboman itu. Lagi-lagi, Polri tetap enggan melabeli mereka sebagai gerakan teroris.

“Inilah sikap diskriminatif dan politis yang menempatkan kelompok Islam tertentu yang mengusung ideologi Islam dicap teroris hanya dengan alasan adanya aksi teror dari salah satu anggota dari mereka,” ungkapnya menjelaskan gerakan Kelompok Islam belum tepat jika disematkan sebagai tindakan terorisme jika yang bergerak masih pada tataran oknum.

Harits menghimbau agar pihak aparat di lapangan perlu melakukan evaluasi diri. Tidak jarang tindakan over yang melanggar HAM dan menyinggung umat Islam justru menjadi faktor spiral dari kekerasan yang tak berujung.

“Malah mengesankan kekerasan demi kekerasan itu dipelihara dengan cara membudayakan kekerasan demi kepentingan proyek perut dan politik,” kata pengamat kontra terorisme ini.

Waspada Jebakan Asing

Demikian juga, pengerahan aparat yang tidak proporsional seperti di Poso dan merembet ke beberapa wilayah Sulawesi Selatan dengan dalih mengejar teroris justru melahirkan traumatik dan mengganggu rasa tenang dan aman masyarakat, khususnya Poso.

“Kita perlu ingat; matinya seorang muslim (baik sipil/militer) diluar haq maka itu lebih berat dibandingkan runtuhnya ka’bah”. Artinya siapapun tidak boleh menumpahkan darah seorang muslim di luar haknya,” imbuhnya.

Harits percaya dialog menjadi media untuk menurunkan aksi-aksi kekerasan, sebab ia menilai kekerasan tidak bisa ditumpas dengan kekerasan semata.

“Harusnya pemerintah Indonesia menyadari dan mau evaluasi diri dalam isu terorisme agar tidak terjebak lebih mendalam kepada kepentingan asing,” tuturnya. (Pz/Islampos)[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.