Header Ads

Penerapan Perda Miras Harus Lebih Keras

Sanksi hukuman bagi pelanggar Perda Nomor 13 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol  atau dikenal dengan perda miras perlu semakin diperkuat.


“Sanksi yang ada selama ini terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Sehingga, peredaran miras di masyarakat tetap marak dan kerap berujung pada aksi kriminalitas.

Sebagai contoh, media lokal memberitakan pada akhir januari lalu seorang siswi digilir lima orang pemuda karena pengaruh miras,”  ungkap Ketua DPD HTI Kobar Abu Nasir.

Pasal 6 ayat 1 perda 13/2006 menyebutkan bahwa denda bagi pelanggar perda paling banyak 50 juta atau kurungan selama 3 bulan. Menurut Abu, persoalan mendasar dari peredaran miras yang kian marak karena sanksi hukum yang berlaku tidak bertumpu pada Syariat Islam. “Secara filosofis, perda miras yang berlaku saat ini merupakan produk sistem demokrasi sekuler yang mendasarkan kebenaran pada akal manusia atau kompromi dan bukan halal haram.

Sehingga, dalam menjatuhkan sanksi pelaku miras semata mata berdasarkan landasan hukum positif sekuler dan mufakat yang bebas dari intervensi agama. Wajar kalau kemudian perda ini mandul dalam mencegah peredaran miras meski sudah dirazia berulang kali,” tukasnya. Dengan kata lain, tidak ada efek cegah dan efek jera bagi pelaku dan masyarakat secara umum.

Solusi tuntas untuk memberantas peredaran miras tidak lain dengan meninggalkan hukum buatan manusia (hukum positif sekuler) dan kembali kepada aturan Allah SWT, Zat yang Maha Tahu dan Maha Adil yakni Syariah Islam.

Dalam pandangan Syariah, aktivitas meminum khamr (minuman keras) merupakan kemaksiatan besar dan sanksi bagi pelaku adalah dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu. Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari penutupan pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual hingga konsumen (peminum minuman keras). Semua itu akan efektif berjalan dengan menerapkan Syariah Islam dalam institusi politik Khilafah Islamiyah. Insya Allah. (Radar Sampit, 16/2)[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.