Header Ads

Berkarya Untuk Diwariskan

Oleh: Abay Abu Hamzah.

Durian atau kasturi adalah pohon yang memerlukan waktu sangat lama untuk berbuah.
Jika ada pohon durian atau kasturi yang sudah berbuah, hampir bisa dipastikan bahwa penanamnya sudah meninggal.

Lalu, saya mulai berpikir. Menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala orang itu ketika menanamnya. Apa ya?



Jika mereka menanam pohon durian itu di penghujung umurnya, tentu mereka sudah memperhitungkan bahwa mereka tidak akan melihat pohon durian itu berbuah. Bahkan, melihatnya tumbuh besarpun tidak.

Jika begitu, berarti mereka menanam bukan untuk dinikmati buahnya, juga bukan untuk dikagumi dan dibanggakan saat melihatnya tumbuh besar dan menjulang.

Lalu untuk apa?
"Untuk anak cucu di masa depan."

Apa gunanya? Toh anak cucunya belum tentu mengenangnya.
"Ia menanamnya bukan untuk dikenang oleh anak cucunya, melainkan agar bermanfaat bagi anak cucunya."

Sebab apa?
"Sebab ia mencintai anak cucunya."

***

Kemudian, teringat olehku sebuah harakah dakwah yang kini namanya menjulang, jumlah kadernya jutaan di seluruh dunia, partisipannya lebih banyak lagi. Yang menentangnya, jauh lebih banyak lagi.

Terbayang momen-momen yang tertulis dalam sejarah awal berdirinya harakah ini, dan tentang pendirinya.

1953, Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani memproklamirkan berdirinya sebuah partai politik Islam bernama Hizbut Tahrir, yang artinya Partai Pembebasan, di Palestina.

Entah apa yang ada di kepala beliau saat itu. Yang jelas, tujuan beliau mendirikan Hizbut Tahrir adalah untuk melanjutkan kehidupan Islam, li-isti'naf al-hayah al-Islamiyyah. Dan kita tahu, hingga kini khilafah yang menjadi sarana melanjutkan kehidupan Islam itu belum kunjung tegak.

Adapun syaikh Taqiyy, beliau telah berpulang menghadap Rabb-nya, sebelum sempat menyaksikan buah perjuanannya, bahkan sebelum sempat menyaksikan harakahnya tumbuh besar.

Ya, beliau seumpama kakek penanam durian. Menanam durian bukan untuk dinikmati sendiri buahnya, dan bukan pula untuk dikagumi besar dan tingginya. Beliau mendirikan Hizbut Tahrir, tanpa harus melihat bahwa kini Hizbut Tahrir telah menjadi wadah besar bagi kaum Muslimin, Hizbut Tahrir sudah menjadi musuh utama bagi orang-orang yang menginginkan kekalahan Islam. Tanpa harus menyaksikan khilafah tegak semasa hidupnya.

Ya, meski beliau telah tiada, kini 'pohon besar' Hizbut Tahrir telah menjadi tempat bernaung bagi kaum Muslimin, dengan rindang daunnya.

Meski beliau telah tiada, kelak, Khilafah Islamiyyah yang beliau perjuangkan, akan tegak jua. Dan ketika Khilafah Islamiyyah tegak, bukan beliau yang menikmati buahnya, melainkan anak cucunya, dan orang-orang Muslim yang hidup sepeninggalnya.

Sahabat, mari belajar dari mereka.
Menanam 'pohon' untuk anak cucu.
Berkarya bukan untuk dibanggakan atau dinikmati buahnya, melainkan untuk diwariskan manfaatnya.
(diambil dari Kolom Catatan Jumat Radar Banjarmasin edisi Jumat 10 Mei 2013)

[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.