Header Ads

Bid’ahkah Mengadzankan Bayi yang Baru Lahir?

Oleh: M. Taufik N.T

Masalah ini merupakan masalah furu’ yang tidak berkaitan langsung dengan kebangkitan umat, namun karena ada sebagian orang, bahkan da’i, yang  membid’ahkan (dan menurut da’i tsb semua bid’ah sesat), maka tulisan ini saya maksudkan untuk mendudukkan masalah ini sesuai tempatnya, bagi yang mengangap bid’ah ya silakan, namun harapan saya bisa mentolerir orang yang melaksanakannya dengan anggapan sunnah, harapan saya umat bisa saing menghargai dalam masalah khilafiyyah ini dan menyatukan langkah mereka untuk hal lain yang lebih penting, yakni upaya penerapan seluruh syari’ah Allah dalam setiap aspek kehidupan.



Hadits-Hadits Berkaitan dengan Mengadzankan Bayi yg Baru Lahir

1. Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

“Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi) – At Tirmidzi mengatakan : ini adalah hadits hasan shahih. Al Hakim juga meriwayatkan hadits ini tanpa lafadz “bish shalât” dan beliau menyatakan bahwa hadits ini shahih menurut syarat Bukhary dan Muslim walaupun mereka berdua tidak mengeluarkannya, namun pernyataan al Hakim ini diberi catatan oleh adz Dzahabi bahwa ‘Âsim bin ‘Ubaidillah (salah satu perowi hadits ini) adalah dlo’if. Dalam catatan kaki Sunan Abi Dawud, juga Sunan At Tirmidzi Al Albani menilai hadits ini hasan[1], namun mendlo’ifkannya di kitabnya Silsilah Adh Dho’ifah no. 321.

2. Dari Al Husain bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

“Setiap bayi yang baru lahir, lalu diadzankan di telinga kanan dan dikumandangkan iqomah di telinga kiri, maka ummu shibyan[2] tidak akan membahayakannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu Sunny dalam Al Yaum wal Lailah). Al Haitsami berkata dalam kitabnya Majma’uz Zawa’id bahwa dalam sanadnya ada Marwan bin Sâlim al Ghifari dan dia adalah matrûk (perawi yang ditinggalkan). Al Hafidz Al Iraqi (w. 806 H) menyatakan bahwa hadits ini dlo’if.

3. Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan,

أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ، فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di telinga al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, beliau menyatakan sanadnya dlo’if).

Intinya: ada perbedaan pendapat para ahli hadits dalam menilai hadits tentang adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir, ini merupakan ijtihad para ‘ulama, yang mana suatu ijtihad tidak menggugurkan hasil ijtihad yang lain. Dalam hal ini tidak mutlak apa yang didlo’ifkan oleh satu ‘ulama berarti pasti hadits tsb dlo’if (selama masih ada ‘ulama ahli hadits lain yang menerima riwayat tsb), dan dalam kasus ini tidak bisa dikatakan bahwa berbeda pendapat dalam masalah ini adalah mutlak bid’ah (karena menurutnya yang di bid’ahkan menggunakan dalil yang lemah). 

Perbedaan Para Ulama Ahli Fiqh dalam Mengadzani Bayi

Ulama Madzhab Syafi’i mensunnahkan adzan terhadap bayi yang baru lahir[3]. Madzhab Hanafi tidak mengingkari pendapat Syafi’iyyah, Imam Malik tidak menyukai (memakruhkan) hal ini dan menganggapnya sebagai bid’ah, sebagian ulama madzhab Maliki menganggap tidak mengapa mengamalkan hal ini (boleh mengadzani bayi yg baru lahir)[4] .

Ulama lain yang menganjurkan hal ini adalah Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud.

Imam as Syaukani dalam kitabnya, Naylul Authar, ketika mengomentari hadits tentang Rasulullah mengadzani Husain, beliau menyatakan:

فِيهِ اسْتِحْبَابُ التَّأْذِينِ فِي أُذُنِ الصَّبِيِّ عِنْدَ وِلَادَتِهِ. وَحَكَى فِي الْبَحْرِ اسْتِحْبَابَ ذَلِكَ عَنْ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ، وَاحْتَجَّ عَلَى الْإِقَامَةِ فِي الْيُسْرَى بِفِعْلِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ

“Dalam hadits ini ada (dalil) tentang disukainya adzan ditelinga bayi saat lahirnya. Dan diceritakan dalam kitab Al-Bahr disukainya adzan tersebut dari Hasan al-Bashri, dan berhujjah tentang iqamat pada telinga yang kiri terhadap perbuatan Umar bin Abdul Aziz”

Penutup

Berhentilah untuk saling cela dalam masalah ini, Imam Malik saja yang menganggap hal ini bid’ah (bid’ah makruh) tidak bermaksud mengharamkannya, beliau hanya tidak menyukainya, kalimat yang tertulis berikut kan tidak bermakna haram:

وَكَرِهَ الإْمَامُ مَالِكٌ هَذِهِ الأْمُورَ وَاعْتَبَرَهَا بِدْعَةً …

Sangat disesalkan kalau ada da’i yang menyatakannya sebagai bid’ah, dan mereka menganggapnya setiap bid’ah sesat, shg mengadzankan bayi juga bid’ah yang sesat. Allahu Ta’ala A’lam.

[1] Kitab-kitabnya dalam Maktabah Syamilah
[2] وَأم الصّبيان هِيَ التابعة من الْجِنّ (ummu shibyan adalah jin perempuan yang senantiasa menyertai) – penjelasan di kitab Al Badrul Munir, juga Talkhîsul Habîr
[3] Bisa dilihat di kitab Al Muhadzdzab (Imam as Syairazi), al Adzkar, Raudl al-Thalibin, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab dan Minhaj al-Thalibin (Imam an Nawawi), dalam kitabnya Asna al-Mathâlib (Syeikhul Islam Zakaria al-Anshari), Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj (Ibnu Hajar al-Haitami), Hasyiahnya ala al-Iqna’(Al-Bujairami).
[4] نهاية المحتاج 1 / 383، وتحفة المحتاج بهامش الشرواني 1 / 461، وكشاف القناع 1 / 212، وابن عابدين 1 / 258، والحطاب 1 / 433 – 434

[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.