Header Ads

Mboi: 177,84 Juta Penduduk Telah Miliki Jamkes

Sebanyak 177,84 juta penduduk Indonesia saat ini telah memiliki jaminan sosial kesehatan (Jamkes), termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu.



Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Nasfiah Mboi dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Bupati Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) Hugua pada peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-49 di Wangiwangi, Minggu (10/11).

Pada HKN yang dirangkaikan dengan Hari Pahlawan Nasional ke-68 itu, Menkes mengatakan rumah sakit yang melayani kesehatan penduduk yang sudah memiliki Jamkes telah mencapai 2.186 buah.

Selain itu kata dia, juga tersedia 9.599 Puskemas, 23.225 Puskemas Pembantu, 54.704 Pos Kesehatan Desa, dan 276.688 Pos Pelayanan Kesehatan terpadu (Posyandu).

“Dari waktu ke waktu kita akan terus berupaya meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu. Sehingga disparitas pelayanan kesehatan antarwilayah, antarkelompok dan antartingkat sosial ekonomi bisa terhapus,” katanya.

Ia mengatakan pemerintah saat ini tengah melakukan upaya-upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan berhasil mencapai beberapa sasaran dan keberhasilan.

Beberapa sasaran tersebut, katanya, antara lain eradikasi polio, eliminasi malaria, eliminasi kusta, penanganan HIV/AIDS, meningkatkan gizi dan mempercepat upaya pencapaian tujuan milenium. (Jakarta. Antaranews.com, 11/17/2013)

Komentar:

Beberapa bulan ke depan pada tanggal 1 Januari 2014, pemerintah Indonesia akan menerapkan hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional. Melalui undang-undang ini, secara bertahap setiap warga negara akan dipaksa untuk menjadi partisipan asuransi sosial untuk perawatan kesehatan. Ini merupakan mekanisme mengumpulkan dana dari iuran wajib untuk memberikan perlindungan terhadap risiko sosial dan ekonomi yang menimpa partisipan dan / atau anggota keluarga mereka. Hal ini jelas menunjukkan kebijakan yang meninggalkan tanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Laporan dari Menteri Kesehatan hanya menekankan bahwa pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang mampu membayar, jika tidak, anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Kita harus bertanya, apa fungsi dari sebuah institusi bernama negara? Hal ini berbeda dengan apa yang Islam atur dalam fungsi negara. Terutama pada penyediaan layanan kesehatan bagi semua orang.

Islam mewajibkan negara untuk menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama, kesehatan masyarakat merupakan kebutuhan dasar., siapa pun dia, miskin-kaya, Muslim maupun non-Muslim. Pemenuhan langsung harus dijamin oleh negara. Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Siapa saja yang memasuki pagi hari dalam kondisi aman, tubuh yang sehat dan memiliki makanan untuk hari itu, seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.”

Kedua, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengambil tanggung jawab penuh menjamin kualitas pelayanan kesehatan gratis bagi setiap individu masyarakat.

Rasulullah saw bersabda,

“… فالأمير الذي على الناس راع، وهو مسئول عن رعيته…”

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin, adalah (seperti) gembala. Dan ia sendiri yang bertanggung jawab atas rakyat.” (HR. al-Bukhari)

Pemerintah dilarang berperan hanya sebagai regulator dan fasilitator.

Prinsip pertama dan kedua selaras dengan cita-cita kesehatan manusia yang memberikan pelayanan kesehatan kepada siapa saja yang membutuhkannya, tanpa memprioritaskan imbalan materi.

Pada zaman peradaban Islam, prinsip ini benar-benar dilaksanakan. Seperti di rumah sakit al-Mansur al-Kabir di Kairo. Dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien Muslim dan kapel bagi pasien Kristen. Rumah sakit ini dilengkapi dengan terapi musik untuk pasien yang menderita gangguan mental. Setiap hari melayani 4.000 pasien. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna dan agama pasien, tanpa batas waktu, sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat-obatan dan makanan gratis, pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup untuk pengobatan. Rumah sakit ini melayani lebih dari 7 abad.

Ketiga, baik (ihsan) dalam pelaksanaan pengelolaan pelayanan kesehatan, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya,

“Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajibkan) berbuat ihsan atas segala hal. Maka, jika kalian membunuh (dalam peperangan) maka lakukanlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih maka lakukanlah sembelihan yang baik, hendaknya setiap kalian menajamkan parangnya, dan membuat senang hewan sembelihannya.” (HR. Muslim)

Dalam hal ini, Khalifah dan lembaga-lembaganya harus didasarkan pada tiga prinsip: aturan kesederhanaan, kecepatan memberikan pelayanan kesehatan, dan dilaksanakan oleh orang-orang yang mampu dan profesional.

Tiga prinsip tersebut memberikan konsekuensi pada ketersediaan sumber daya manusia untuk media, infrastruktur kesehatan yang memadai dan lebih mudah diakses. Ada jumlah dokter yang memadai dari berbagai spesialisasi, bidan dan perawat. Dan juga tersedia dalam berbagai macam peralatan medis, obat-obatan dan apa yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan terbaik, sejalan dengan prinsip-prinsip etika kedokteran dalam Islam.

Prinsip-prinsip kewajiban negara untuk memberikan pelayanan publik akan menjadi kenyataan ketika kita memiliki Negara Khilafah. Jadi mari kita berjuang untuk menegakkan kembali Khilafah.

Ditulis oleh Kantor Media Pusat

Iffah Ainur Rochmah
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
[htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.