SJSN dan BPJS Gagal Jamin Kesehatan Rakyat
Sudah sebulan lebih Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan. Dalam kurun waktu tersebut, banyak keluhan yang muncul dari masyarakat, untuk itu Menkes Nafsiah Mboi menjanjikan akan terus memantau dan siap melakukan evaluasi pelaksanaan JKN. Akan tetapi walaupun siap melakukan evaluasi, Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menilai bahwa pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah gagal dalam menjalankan amanat konstitusi dan UU 24 tahun 2014 tentang BPJS, yakni memberikan pelayanan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena itu, KAJS pun bersiap melakukan gugatan hukum.
Perlu kita cermati lebih dalam, bahwa konsep JKN ini bukan sekedar bermasalah dalam hal teknis, sehingga dicukupkan dengan melakukan evaluasi atau digugat secara hukum agar sesuai dengan konstitusi. Banyak yang belum menyadari bahwa sesungguhnya jaminan kesehatan nasional sudah cacat dari dasarnya karena berakar dari suatu pandangan yang bersifat neoliberalistik. Konsep ini berusaha menghilangkan peran negara/pemerintah dalam mengurus rakyat. Konsep ini menegaskan bahwa layanan kesehatan dianggap lebih baik diselenggarakan melalui asuransi sosial daripada diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan kata lain, JKN pada dasarnya adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang asalnya ada di pundak pemerintah, lalu dipindahkan ke pundak institusi yang dianggap berkemampuan lebih tinggi dalam membiayai kesehatan atas nama peserta jaminan sosial. Institusi yang dimaksud, untuk konteks Indonesia, adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Hal tersebut bisa dilihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN itu. Dalam Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko social ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Lalu Pasal 17 ayat (1): Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk merampok uang rakyat. Tidak hanya kepada para buruh, sasaran UU ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Kedua UU tersebut mengatur asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosial itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pada Pasal 1 huruf (g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.
Inilah fakta sebenarnya dan bahaya UU SJSN dan BPJS bagi rakyat. Rakyat dipalak sedemikian rupa atas nama kepentingan negara dalam menjamin layanan kesehatan dan sosial lainnya. Bagaimana tidak dikatakan memalak, UU tersebut menyiapkan seperangkat sanksi bagi rakyat yang tidak mau membayar premi. Jadi, bohong jika dikatakan bahwa UU ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Disisi lain, Islam memiliki sudut pandang yang semakin menguatkan bahwa konsep JKN ini adalah konsep neoliberal dan bertentangan dengan Islam. Dalam hal peran negara, konsep JKN adalah konsep kufur yang berusaha untuk menghilangkan peran dan tanggung jawab negara dalam mengurus rakyat, termasuk urusan jaminan kesehatan. Sementara dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk urusan kesehatan. Dalam JKN, jaminan kesehatan diperoleh oleh rakyat harus dengan membayar iuran yang dipaksakan (asuransi sosial). Sedang dalam Islam, jaminan kesehatan diperoleh oleh rakyat dari pemerintah secara gratis (cuma-cuma), alias tidak membayar sama sekali. Dalam ajaran Islam, negara wajib hukumnya menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, tanpa membebani rakyat untuk membayar.
Kamila Aziza Rabiula
Mahasiswa Keperawatan Universitas Padjadjaran 2010
[www.al-khilafah.org]
Perlu kita cermati lebih dalam, bahwa konsep JKN ini bukan sekedar bermasalah dalam hal teknis, sehingga dicukupkan dengan melakukan evaluasi atau digugat secara hukum agar sesuai dengan konstitusi. Banyak yang belum menyadari bahwa sesungguhnya jaminan kesehatan nasional sudah cacat dari dasarnya karena berakar dari suatu pandangan yang bersifat neoliberalistik. Konsep ini berusaha menghilangkan peran negara/pemerintah dalam mengurus rakyat. Konsep ini menegaskan bahwa layanan kesehatan dianggap lebih baik diselenggarakan melalui asuransi sosial daripada diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan kata lain, JKN pada dasarnya adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang asalnya ada di pundak pemerintah, lalu dipindahkan ke pundak institusi yang dianggap berkemampuan lebih tinggi dalam membiayai kesehatan atas nama peserta jaminan sosial. Institusi yang dimaksud, untuk konteks Indonesia, adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Hal tersebut bisa dilihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN itu. Dalam Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko social ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Lalu Pasal 17 ayat (1): Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk merampok uang rakyat. Tidak hanya kepada para buruh, sasaran UU ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Kedua UU tersebut mengatur asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosial itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pada Pasal 1 huruf (g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.
Inilah fakta sebenarnya dan bahaya UU SJSN dan BPJS bagi rakyat. Rakyat dipalak sedemikian rupa atas nama kepentingan negara dalam menjamin layanan kesehatan dan sosial lainnya. Bagaimana tidak dikatakan memalak, UU tersebut menyiapkan seperangkat sanksi bagi rakyat yang tidak mau membayar premi. Jadi, bohong jika dikatakan bahwa UU ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Disisi lain, Islam memiliki sudut pandang yang semakin menguatkan bahwa konsep JKN ini adalah konsep neoliberal dan bertentangan dengan Islam. Dalam hal peran negara, konsep JKN adalah konsep kufur yang berusaha untuk menghilangkan peran dan tanggung jawab negara dalam mengurus rakyat, termasuk urusan jaminan kesehatan. Sementara dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk urusan kesehatan. Dalam JKN, jaminan kesehatan diperoleh oleh rakyat harus dengan membayar iuran yang dipaksakan (asuransi sosial). Sedang dalam Islam, jaminan kesehatan diperoleh oleh rakyat dari pemerintah secara gratis (cuma-cuma), alias tidak membayar sama sekali. Dalam ajaran Islam, negara wajib hukumnya menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, tanpa membebani rakyat untuk membayar.
Kamila Aziza Rabiula
Mahasiswa Keperawatan Universitas Padjadjaran 2010
[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar