Header Ads

Capres 2014 : Katakan Tidak, Pada(hal) Pro Asing !!

Capres 2014 : Katakan Tidak, Pada(hal) Pro Asing !!
Mengamati ketiga capres yang ada, nampaknya sulit untuk menemukan Capres yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat. Bakal Capres Prabowo dari poros Gerakan Amanat Nasional misalnya meski sering kali mengkampanyekan kemandirian dan kebangkitan Indonesia, dan nasionailsme, nampaknya jauh panggang daripada api. Prabowo memang pada walnya sering mendapat sorotan yang justru negative dari dunia Barat. Hal tersebut dapat dimaklumi akibat isu Mantan Danjen Kopassus tersebut dalam kasus dugaan pelanggaran HAM Berat. Namun kini justru Prabowo mendapat dukungan dari pihak Asing yang cukup kuat.


Pasca reformasi, setelah dicekal oleh beberapa negara akibat tuduhan pelanggaran HAM, Prabowo ‘mengungsi’ ke Jordania, atas jasa Raja Abdullah yang menjadi sekutu Amerika di Timur Tengah. Jordania menjadi pilihan paling aman bagi Prabowo. selain Sekutu Amerika Jordania Jordania menjadi satu-satunya negara Arab yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel (www.tempo.co 26/02/2014). Pertemuan Prabowo dengan Raja Jordania sendiri dimulai ketika keduanya menjalani latihan militer di West Point-AS. Dengan kedekatannya dengan Raja Abdullah tersebut, justru dukungan dunia Barat terutama AS terhadap Prabowo dapat difahami.

Selain itu, melihat daftar orang-orang dekat di lingkaran Prabowo, maka akan didapati sejumlah nama yang memiliki kedekatan kepentingan maupun ideology dengan pihak AS. Di lingkup keluarga sendiri misalnya, terdapat nama Hashim Djojhadikusumo yang merupakan adik Prabowo. Hashim merupakan seorang pebisnis internasional dan pemilik perusahaan Arsari Group yang bergerak dalam bidang pertambangan, program bio-ethanol, perkebunan karet dan lain-lain. Karir Hashim dimulai ketika dia magang di sebuah bank investasi sebagai analis keuangan di Perancis, kemudian ia mulai memasuki dunia bisnisnya dengan menjadi direktur di Indo Consult. Berkat perkembangan bisnis dan perusahaan yang semakin melaju pesat, maka akhirnya Hashim pun mulai mengakuisi PT. Semen Cibinong lewat perusahaannya bernama PT. Tirta Mas. Setelah itu, ia pun juga mulai menanamkan sahamnya di Bank Niaga dan Bank Kredit Asia, hingga ia menjadi benar-benar seorang konglomerat. Karena krisis moneter tahun 1998 Hashim akhirnya menetap di London selama 9 tahun untuk menggeluti bisnisnya. Dan pada saat itulah, bisnisnya semakin maju dan semakin tersebar di mana-mana. Dan karena keberhasilannya itu, dalam membangun usahanya di Inggris, akhirnya Hashim Djojohadikusumo kembali ke Indonesia untuk menyelamatkan perusahaan Prabowo-Kiani Kertas yang kini menjadi PT. Kertas Nusantara. Saat itu perusahaan tersebut telah terlilit hutang dengan Bank Mandiri hingga Rp 1.9 Triliun (www.thejakartagloba.com 01/02/2012).

Setelah berhasil menyelamatkan perusahaan Prabowo tersebut, Hashim Djojohadikusumo juga berhasil menguasai konsesi lahan hutan sebesar 97 hektar yang tersebar di Aceh Tengah, yang kemudian mendorongnya untuk terus memperluas jaringan bisnisnya hingga memiliki 3 juta hektar perkebunan, konsesi hutan, tambang batubara, dan ladang migas di Aceh hingga ke Papua. Menurut laporan Forbes 2012 mengklaim bahwa Hashim Djojohadikusumo sebagai salah satu pria terkaya di Asia dengan kekayaan mencapai US$ 850 juta atau bila dikurs kan bisa mencapai sebesar Rp 8.5 Triliun. Turnover kerajaan bisnis Hashim bahkan mencapai 1,2 Miliar US$ dan dikembangkan dalam bisnis Agriculture serta Properti di Jawa Barat (www.thejakartagloba.com 01/02/2012). Kini posisi Hashim merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (www.pikiran–rakyat.com 16/02/2014). Dengan kondisi tersebut, wajar jika Hashim dan juga Raja Jordania menjadi salah satu tim pelobi Prabowo bagi AS dan juga para pebisnis Kapitalis di Barat. Selain itu, sebenarnya kedekatan Prabowo pada Kapitalis Barat dapat dilihat pula dari keberadaan Sumitro Djojohadikusumo-Ayah dari Prabowo yang merupakan “patron Mafia Berkeley” dari Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin dan Dorodjatun Koentjoro-Jakti.

Selain Hashim Djojohadikusumo orang dekat dalam lingkaran Prabowo lain yang memerankan posisi penting membangun kedekatan Prabowo dengan asing adalah Soedradjad Djiwandono yang merupakan ipar prabowo. Pada masa kejatuhan rezim Soeharto Soedradjad menjabat sebagai Gubernur BI. Ia memilih menerapkan program-program IMF atau yang dikenal sebagai “Washington Consensus”. Saat menjabat menjadi Gubernur BI, alumnus University of Wisconsin-Madison dan Boston University tersebut dikenal sebagai orang yang mengeluarkan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada industri perbankan saat krisis Asia menerpa pada 1997-1998. Namun, dana bantuan yang seharusnya digunakan untuk kesehatan bank tersebut banyak yang diselewengkan oleh para pemilik bank penerima bantuan, sehingga BLBI dengan total dana Rp147,7 triliun tersebut dicap sebagai kebijakan yang menyebabkan korupsi cukup parah di Tanah Air (www.infobanknews.com 10/12/2011).

Soedradjad Djiwandono sendiri sampai saat ini aktif mengajar di S.Rajaratnam School, NTU, Singapura. Dengan posisi iparnya tersebut maka Prabowo juga mulai mampu membangun kedekatan tidak hanya dengan AS, namun juga dengan sejumlah Taipan Tiongkok melalui jejaring Singapura. Pada 1 Agustus 2012 misalnya, Prabowo memberikan Public Lecture di RSIS yang dihadiri oleh sejumlah pebisnis Tiongkok di Singapura (www.rsis.edu.sg 01/08/2012). Dengan kata lain Prabowo pun juga mampu menjadi Capres Idola bagi investor Asing AS dan Tiongkok.

Menilik sejumlah kondisi tersebut, maka dapat dikatakan jargon Prabowo menjadikan Indonesai Macan Asia serta Nasionalisme pro kedaulatan Indonesia. Nampaknya akan sulit untuk melihat kemandirian dan kedaulatan Indonesia jika Prabowo yang terpilih menjadi Presiden pada Pileg 2014.

Kedekatan Jokowi-ARB pada Asing

Jika memang sulit untuk menemukan secercah harapan kemandirian Indonesia pada sosok Prabowo, kandidiat Capres lain yang kini sedang diatas angin adalah Gubernur DKI Jakarta-Jokowi. Kemunculan Jokowi sendiri merupakan hasil “sandiwara politik” yang dimainkan lewat sejumlah media masa. Politik blusukan menjadi pengatrol tersendiri bagi popularitas Jokowi. Politik blusukan tersebut yang kemudian juga mampu mengantarkan Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Dicitrakan sebagai “wong ndeso” dan bersahaja, justru jokowi ternyata memiliki kedekatan jejearing dengan asing. Selain bergelut dalam dunia bisnis ekspor import, Jokowi beberapa waktu yang lalu juga diundang bersama sejumlah Duta Besar Negara-negara Asing di Rumah pengusaha Jacob Sutoyo.

Pada Senin 14 April 2014 malam, Jokowi bersama Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri dan sejumlah petinggi PDI-P mengadakan pertemuan di sebuah rumah di Jalan Sicron, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Di sana mereka bertemu dengan para dubes negara asing untuk Indonesia, antara lain Dubes Turki, Amerika Serikat, Peru, Meksiko, Norwegia, dan Inggris (www.kompas.com 16/04/2014). Pertemuan tersebut sebenarnya menunjukkan betapa merendah dirinya Calon Presiden dari PDI Perjuangan tersebut kepada Asing. Dengan pertemuan yang juga dihadiri Duta Besar AS untuk Indonesia tersebut, maka Jokowi dianggap sudah mengantongi restu dari AS untuk maju dalam Pilpres 2014.

Selain itu kedekatan Jokowi pada Asing dapat dilihat dari pada pemberian IMB bagi dibangunnya Kedutaan Besar AS baru di Jakarta. Meski menuai banyak protes, Gedung kedutaan AS baru yang merupakan kedutaan AS terbesar ketiga di dunia tersebut justru diberi izin oleh Jokowi.

Tidak hanya dekat dengan AS, Jokowi juga memiliki kedekatan dengan pebisnis asal Tiongkok. Hal ini dapat dilihat dari pengembangan Proyek Jakarta Monorail misalnya. Proyek mercusuar DKI Jakarta tersebut, pada awalnya mengalami kemacetan. Setelah Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, proyek tersebut langsung menggandeng BUMN Tiongkok-China Communication Construction Company Ltd (CCCC) untuk membangun proyek monorail Jakarta. CCCC sendiri merupakan perusahaan BUMN Tiongkok yang juga membanung Jembatan Suramadu. CCCC berinvestasi sebesar US$ 1,5 miliar atau setara Rp. 15-16 Triliun dalam proyek Jakarta Monorail (www.finance.detik.com 03/10/2013).

Berangkat dari kondisi tersebut maka sangat aneh sebenarnya ketika Jokowi yang diusung oleh PDI Perjuangan justru menyuarakan kedaulatan Indonesia. Kita pun perlu melawan lupa, bahwa justru ketika Indonesia berada dalam kepemimpinan PDI Perjuangan melalui Megawati Soekarnoputri, proyek liberalisasi pasar dan privatisasi BUMN dilakukan secara besar-besaran. Melihat track record PDI Perjuangan tersebut, serta kedekatan Jokowi dengan pihak asing maka sulit membayangkan kemandirian Indonesia jika nantinya Jokowi terpilih menjadi Presiden RI.

Tidak jauh berbeda dengan Jokowi dan Prabowo, capres lainnnya seperti Abu Rizal Bakrie (ARB) justru menunjukkan semangat keterbukaan dan membangun kedekatan pada asing. ARB misalnya selain dikarenakan aktivitasnya di dunia bisnis, kedekatan ARB dengan Tiongkok dikarenakan utang besar-besar yang diberikan oleh investor Tiongkok untuk menyelamatakan perusahaan Bakrie-Bumi Resources. Perusahaan Tiongkok CIC sempat menyelamatkan Bumi Resources dengan pinjaman sebesar US$19 Miliar (www.forbes.com 10/10/2013).

Dengan Barat, pemilik Group Bakrie yang bertanggung jawab pula terhadap masalah lumpur lapindo juga memiliki kedekatan dengan Perusahaan pertambangan asing seperti Shell terkait bisnis pertambangannya dan alih lahan minyak di Porong Sidoarjo (www.forbes.com 10/10/2013). Senada dengan ARB, Surya Paloh yang juga pemilik stasiun berita Metro TV juga memiliki kedekatan dengan pihak asing. Paloh, bahkan secara khusus menayangkan siaran berbahasa Tiongkok di stasiun televisinya. Tidak berbeda pula dengan Win-HT yang juga pro pada Asing dan liberalisasi ekonomi budaya. Hary Tanoe misalnya merupakan CEO MNC Group yang merupakan peneyelenggara Miss World pada 2013 lalu.

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas, maka siapa pun yang akan menjadi Presiden di Republik Indonesia, bukan hanya sulit bagi kita untuk berharap adanya perubahan, justru kandidat-kandidat yang ada menampakkan indikasi kuat kedekatan dan keberpihakan yang kuat pada Asing. Artinya, selain kendala system kapitalis yang diterapkan di Indonesia cenderung berpihak pada asing. Para kandidat Presiden yang ada pun juga secara sadar memiliki dan membangun kedekatan dengan asing. Maka dapat kita katakan paska Pemilu presiden dan legislative 2014 ini, Indonesia akan semakin “klop joki dan motor balapnya”. Antara Presiden dan system yang ada akan semakin “klop” untuk melanggengakan kepentingan asing dan agenda kapitalisme di Indonesia. Semua kandidat Capres ramai-ramai politik oplosan Antara kepentingan pribadi dan kepentingan asing.

Maka perlu kita bertanya pada siapa saja yang menyuarakan Pemilu ini sebagai pesta demokrasi, pestanya rakyat. Bahwa sesungguhnya ini bukanlah pesta rakyat, tapi pesta para komprador menyambut patron asing mereka untuk semakin menacapkan cengkramannya di bumi Indonesia. Meski di mulu mereka mengatakan tidak pro Asing, padahal mereka senantiasa membangun kedekatan dan melayani kepentingan asing.

Dengan kondisi tersebut, nampaknya mulai 2014 ini umat akan semakin menderita. Namun dengan kondisi tersebut, seharusnya menjadi motivasi tersendiri bagi para pejuang islam unutk terus menyadarkan umat dari keterpurukan yang ada. Dari jatuh pada lobang yang sama berkali-kali. Rakyat harus disadarkan untuk melawan lupa atas kedzaliman undangan “Pesta Demokrasi” yang mereka terima. Semoga semakin gelap gulitanya malam kelam di bumi Indonesia semakin memperkuat kita untuk bertahajud memohon pertolongan Allah. Semoga pula semakin gelap gulitanya malam di nusantara, merupakan tanda semakin dekatnya waktu subuh revolusi Islam menuju syariah-khilafah

Fendi Wahyudi
Pengamat Politik
Dosen Hubungan Internasional UNDIP

[www.al-khilafah.org]

Sumber : DakwahMedia.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.