Header Ads

Pemimpin Pejuang di Balik Bom Terowongan – Pria Paling Dicari di Balik Bom Terowongan di Hotel Allepo

Pemimpin Pejuang di Balik Bom Terowongan – Pria Paling Dicari di Balik Bom Terowongan di Hotel Allepo
Oleh Martin Chulov di Aleppo

Orang yang paling dicari saat ini di Aleppo merasa puas. Kurang dari seminggu sebelumnya, dia telah membantu membawa satu karung terakhir dari 25 ton bahan peledak ke dalam sebuah terowongan yang digali di bawah hotel dan dipenuhi tentara Suriah.


“Saya sedang duduk di ruangan ini, ” kata Abu Assad, pemimpin pasukan pejuang yang membuat terowongan di Aleppo,di garis depan pertempuran lain di kota itu. Sambil tersenyum, dia menutup telinganya dan menambahkan, “Kami mendengar ledakan dari sini.Itu membuat kami sangat bahagia.”

Ledakan yang menghancurkan Carlton Citadel Hotel di pusat kota Aleppo itu terjadi pada tanggal 8 Mei. Suara gemuruh terdengar hingga lebih dari 15km dari tempat ledakan bom ke tempat komandan pasukan pejuang duduk mengingat ledakan di hari itu. Kekuatan destruktif bom itu mengirimkan gelombang kejut melalui sumur yang digali ke arah komando militer Suriah di barat hingga menembus kota, dan mendorong kembali semangat juang pihak oposisi yang sudah agak menurun.
Debu-debu raksasa beterbangan ke angkasa. Puing-puing menggelembung terbang beberapa ratus meter ke langit saat hotel itu runtuh. Aebanyak 30 hingga 50 tentara Suriah. Semua ini telah menjadi salah satu gambar yang menimbulkan kekaguman dalam perang di Suriah. Dalam tiga tahun ada serangan udara, rudal scud, serangan kimia dan bom bunuh diri. Namun, serangan terakhir ini adalah sedikit yang lain,yang begitu spektakuler yang telah berhasil ditangkap video secara real time.

“Itu adalah salah satu hal terbaik tentang operasi ini, kata Abu Assad. “Efek ledakannya langsung memberikan semangat. Sejak saat itu para pejuang ingin berjuang lebih kuat dari sebelumnya. Kita menyebut ini sebagai “Operasi Gempa Aleppo”.

Dia mengatakan, Carlton Hotel saat itu sedang digunakan sebagai barak oleh polisi Suriah dan paramiliter yang dikenal dengan nama Shabiha. Para pejabat Suriah yang marah mengecam serangan dan bom terowongan itu. Mereka menyebut para pejuang telah membunuh dan melukai orang tanpa pandang bulu dan menghancurkan nyawa dan identitas kota.

Terdorong oleh keberhasilan bom itu, Abu Assad memilih untuk mengungkapkan identitas dirinya kepada Guardian sebagai pemimpin para penggali bom terowongan Aleppo itu. Dia mengaku tidak terganggu oleh fakta dengan menunjukkan wajahnya akan menyebabkan militer yang sudah marah lebih banyak alasan untuk memburu dirinya. “Aku ingin mereka menjadi takut padaku,” katanya. “Mereka perlu tahu, akudatang untuk mereka.”
Sekelompok pejuang bawah tanah, berkekuatan sekitar 100 orang, berjasa melakukan lebih banyak upaya dalam waktu kurang dari yang dilakukan kelompok lain dalam perang yang sudah berlangsung selama 38 bulan itu. Mereka melakukan serangan ke pihak militer, dengan bantuan pendukung mereka, dan telah mulai meraih kembali kota-kota yang hilang selama tahun lalu.

Untuk mendapatkan keberhasilan itu, para penggali terowongan telah menggali dibawahnya sedikitnya sembilan kali dalam enam bulan terakhir saja. “Setiap suara aneh, setiap pergeseran tanah, mereka akan berpikir bahwa itu adalah kami,” kata Assad. Assad menambahkan bahwa dia mendapat ide untuk mulai menggali tanah dari seorang Palestina yang mengunjungi dirinya di Suriah utara tahun lalu.

“Mereka mengatakan mereka mendapatkan beberapa keberhasilan di Palestina, jadi saya memutuskan untuk mencobanya. Tidak sulit untuk menemukan bahan peledak. Saya secara pribadi telah mengawasi sembilan terowongan.”

Juga tidak sulit untuk menemukan para relawan yang siap untuk menggali menembus batu-batu karang dan tanah berbatuan di bawah jantung kota kuno Aleppo, dengan lengkungan rumahnya yang berusia ribuan tahun dan masjid-masjid yang memisahkan rezim itu dan pasukan oposisi di beberapa tempat hanya beberapa puluh meter saja.

Abu Assad, yang sebelum perang adalah seorang tukang kayu di desa, mengatakan terowongan hotel itu panjangnya 107 meter dan perlu 33 hari untuk menggalinya. Penggalian bawah tanah lainnya telah membentang sepanjang 860 meter dan butuh waktu berbulan-bulan. “Kami memiliki lebih banyak kejutan untuk mereka, Insya Allah, ” katanya. “Penggalian terowongan butuh waktu sedikit lebih lama.”

Ia mengatakan banyak tentang konflik yang berlangsung tanpa henti bahwa satu-satunya perubahan nyata dalam medan perang yang stagnan ini bisa dilakukan kembali dengan bentuk perang di masa lalu.

Bahan kimia yang digunakan dalam perang dunia pertama, namun tidak dilarang, telah membantu rezim untuk mengamankan Damaskus. Rudal-rudal Scud, yang merupakan senjata penangkis tiran seperempat abad yang lalu, telah melumatkan wilayah utara. Sekarang bom terowongan, yang pertama kali digunakan padaAbad Pertengahan, lalu oleh Romawi, Ivan the Terrible, pasukan Inggris di front barat, dan kelompok militan Palestina di Gaza, telah memberikan keuntungan saat serangan konvensional telah gagal.

Kebiadaban Abad Pertengahan telah identik dengan Suriah. Di Suriah lebih dari 162.000 orang telah tewas sejak revolusi yang berubah menjadi perang terbuka, dan hampir setengah penduduk negara itu telah mengungsi.

Abu Assad khawatir tidak akan ada perubahan segera di utara negara itu, yang sekarang kurang jelas dan jika ada yang mengetahui bentangan wilayah itu akhirnya akan menang.

“Kami berpikir sangat keras sebelum kami memutuskan untuk berperang dengan cara ini,” katanya. “Tapi kami tidak punya pilihan. Kami perlu melakukan banyak hal dengan cara ini untuk membantu kami dan untuk membantu rakyat.”

“Terowongan pertama yang kita gali adalah yang digali pada hari ke-20 Ramadhan tahun lalu. Panjangnya hanya 17 meter dan tidak butuh waktu lama. Ada 11 tentara dan seorang perwira Alawit yang kejam dan tidak ada cara lain untuk menyingkirkan mereka.”

Terowongan itu, seperti delapan terowongan lainnya, digali oleh unit pasukannya, yang merupakan bagian dari unit pejuang utama di utara, Liwa at-Tauhid, yang mengukir jalan melalui kota Aleppo yang bersejarah itu.

Kedua belah pihak berhadapan satu sama lain di dekat benteng yang masuk dalam daftar bangunan yang dilindungi Unesco yang telah berdiri kokoh melewati hampir 3.000 tahun invasi. Perang ini mungkin memberikan ancaman yang paling serius pada dinding-dinding batu yang kokoh itu, yang ikut meledak oleh pasukan Abu Assad dengan bom terowongan mereka.

Dari sudut pandang dekat pintu masuk terowongan yang digunakan untuk menghancurkan hotel, benteng itu tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Dindingnya berdiri tegar terlihat dari tanah tidak bertuan dengan jarak sekitar 200 meter. Kertas-kertas dan tumpukkan sampah bercampur di dalam pusaran dekat gundukan tanah di mana benteng berdiri. Namun, tidak ada orang yang bergerak melewati bangunan kosong dan batu-batu di dekatnya. Lalu, Carlton Hotel menjadi tumpukan bata-bata.

“Jika mereka ingin berbicara tentang situs bersejarah,” kata Abu Assad mengenai para pejabat Suriah, “mari kita lihat apa yang mereka lakukan. Mereka membakar pasar lama (di sekitarnya). Sebagian besar masjid lama telah dirusak oleh mereka.”

“Kami telah melakukan apa yang kami bisa lakukan untuk tidak menyentuh tempat-tempat penting. Kami menyadari betapa pentingnya tempat-tempat itu.”

Senjata berat meraung-raungdari dalam benteng, namun para pejuang berjaga di garis depan tidak terusik. Melalui pipa plastik yang berfungsi sebagai posisi untuk sniper, mereka tidak melihat seorang tentara rezim pun setidaknya dalam tiga bulan dan penembakan terus-menerus dari dalam benteng hanyalah ancaman kecil. “Kami berada di depan kaki benteng itu, di sini, “kata Omar Sarkan, seorang pejuang tua yang mengenakan jubah dishdasha warna coklat. “Mereka tidak bisa maju, namun terowongan bekerja. ”

Kembali ke garis depan kedua di kawasan industri utara – timur kota, Abu Assad mengatakan dia memiliki sebuah pesan bagi musuhnya. “Apakah masih ada tentara yang berjuang untuk Bashar? Belumkah tentara Suriah mendelegasikan kewenangannya kepada pasukan Iran, Irak dan Lebanon [Hizbullah]? Kami memiliki lebih banyak bom seperti itu untuk siapa pun yang ada di sisi lain. Mereka akan membutuhkan lebih banyak kuburan.” [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.