Header Ads

Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari Tentang Wali : Waliyullah Pasti Selalu Taat Syariah Allah dan Tidak akan Pernah Menentang Syariah Allah

Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari Tentang Wali : Waliyullah Pasti Selalu Taat Syariah Allah dan Tidak akan Pernah Menentang Syariah Allah
Dalam khasanah keilmuan Islam, istilah wali memang sangat masyhur. Wali sendiri termasuk kata musytarak yang memiliki banyak makna. Diantaranya wali bermakna sebagai jabatan dalam pemerintahan Islam (Khilafah Islam) yang setara setara dengan gubernur (dalam sistem sekarang). Sebagaimana kita tahu bahwa pemerintahan Islam bagi kaum Muslimin itu satu kesatuan, yaitu KHILAFAH. Khilafah itu kemudian dibagi-bagi menjadi daerah yang lebih kecil yang disebut KEWALIAN (WILAYAH). WILAYAH kemudian dibagi-bagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil yang disebut UMMALAH (setara dengan kabupaten atau kota dalam sistem sekarang). UMMALAH kemudian dibagi-bagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil yang disebut QISBAH (setara dengan kecamatan dalam sistem sekarang). QISBAH ini dibagi-bagi menjadi daerah yang lebih kecil yang dinamakan AL-HAYYU (setara dengan desa atau kelurahan dalam sistem sekarang). Pemimpin Khilafah disebut Khalifah (atau Imam), sementara pemimpin Wilayah adalah wali. Jadi, wali adalah jabatan di bawah Khalifah. Jabatan wali ini sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Mislanya Mua’dz bin Jabal yang diangkat Nabi sebagai wali di Yaman.

Wali juga bisa bermakna orang yang menguasai suatu urusan dan memiliki hak-hak tertentu sesuatu ketentuan syariah. Misalnya istilah wali bagi seorang anak perempuan. Maka ia memiliki kewajiban untuk menafkahi, dan pada saat menikah hanya dia yang memiliki hak untuk menikahkan. Ia disebut sebagai wali nikah. Tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk menikahkan seorang wanita kecuali dia, atau orang-orang yang mendapat mandat dari dia.

Wali juga bisa bermakna sebagai orang yang sangat dekat dengan Allah swt. Ia sangat mencintai Allah dan Allah pun mencintai dia. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah : “Ketahuilah, sesuangguhnya para walinya Allah (auliya-Allah) tidak mempunyai rasa takut (laa khoufun) dan mereka juga tidak bersedih (wa laa hum yahzanuun)” QS Yunus 62. Wali dalam makna ini merupakan orang yang istimewa karena sangat dekat dan sangat mencintai Allah. Sudah pasti Allah memberikan keistimewaan-keistimewaan tertentu kepada orang-orang ini.

Namun, seiring dengan perjalanan umat Islam, arti wali dalam makna ini bergeser. Biasanya, wali dalam arti ini diartikan sebagai orang yang bisa terbang atau sejenisnya, tak peduli ia dekat atau jauh dari Allah. Tidak peduli ia mencintai Allah atau tidak. Juga tak peduli ia taat kepada Allah atau tidak. Lalu orang berbondong-bondong mendekat kepadanya (atau dalam bahasa kerennya tabarrukan atau mencari berkah), yaitu agar mendapatkan sesuatu yang bersifat materi (misalnya kekayaan, jabatan, jodoh, penglaris dll).

Yang lebih tragis lagi, wali diartikan sebagai orang yang “ISTIMEWA” yang dicirikan dengan sikap aneh. Jadi, jika belum aneh, maka ia belum wali. Contoh, seorang kyai sholat itu biasa, ia baru “luar biasa” jika sudah tidak sholat, lalu dimitoskan ia telah membelah diri dan sholat di baitullah, tidak sebagaimana manusia pada umumnya. Kyai tidak minum khamr ia biasa, ia baru “luar biasa” jika sudah minum khamr, lalu dimitoskan bahwa khamr yang ia minum telah berubah menjadi madu atas idzin Allah. Kyai melaksanakan dan mendakwahkan syariah Allah itu biasa, ia baru “luar biasa” jika sudah melanggar dan menentang syariah, lalu dimitoskan ia telah sampai pada derajah HAKIKAT yang tidak diketahui kecuali oleh penghuni langit. Kyai berdoa dengan umat Islam itu biasa, ia baru “luar biasa” jika sudah mau berdoa dengan pendeta, pastur, biksu dan lain sebagainya. Lalu, ia dimitoskan sebagai wali yang “luar biasa” karena telah menembus batas-batas dan simbol-simbol keduniaan yang dibuat oleh manusia yang fana. Kyai yang menyayangi umat Islam dan membuat mereka tenang dan nyaman itu biasa, ia baru “luar biasa” saat membuat kegaduhan di tengah-tengah umat. Lalu ia dimitoskan telah sampai pada suatu derajat (maqom) yang memang sudah tidak dapat dipahami oleh umat Islam yang memang derajatnya masih rendah. Dan lain sebagainya. Akhirnya, banyak orang melakukan aneh-aneh agar dianggap sebagai wali. Pokoknya orang yang bisa aneh-aneh disebut wali, sementara yang belum aneh-aneh berarti belum maqamnya WALI. Inilah definisi wali khas orang awam yang sangat bangga dan sombong dengan keawamannya!

Berikut ini adalah penjelasan tentang wali dari Syeikh Hasyim Asy’ari dalam kitab beliau yang berjudul Ad-Duraru Al-Muntasiroh Fil-Masaa’ili At-Tis’a Asyaroh. Kitab ini sangat unik, karena berbentuk soal-jawab sebanyak 19 pertanyaan terkait dengan masalah WALIYULLAH. Kitab ini tidak terlalu tebal hanya 24 halaman dan ditulis dalam bahasa jawa, tetapi dengan tulisan pegon (huruf Arab). Di sini akan diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia, namun hanya beberapa poin pertanyaan saja, yaitu point 1, 2 dan 6, karena cukup panjang. Tentu sangat baik, jika para pembaca membaca kitab itu sendiri secara utuh dan langsung, sehingga pembaca mendapatkan penjelasan dari sumber aslinya.

*****

Alhamdu lillah ‘ala ifdoolihi. Washshalatu wassalamu ala sayyidina Muhammadin wa alihi wa kulli naasijin ala minwaalihi. Amma ba’d.

Sungguh telah diriwayatkan hadits dari Abu Hurairoh ra, bahwa beliau berkata: Nabi saw bersabda: “Sesunggunya akan datang suatu fitnah yang akan merusak hamba-hamba Allah. Maka akan selamat orang-orang yang berilmu (‘aalim) karena ilmunya” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab Al-Hilyah.

Ini merupakan hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang fitnah (cobaan) yang pasti akan datang. Dan jika fitnah ini datang, maka akan merusak hamba-hamba Allah (al-ibaad) dengan kerusakan yang dahsyat. Hanya orang-orang yang berilmu (‘aalim) yang menjalankan ilmunya yang akan selamat, sebab keberkahan ilmunya tersebut. Jenis cobaan itu banyak sekali. Diantara cobaan yang akan merusak orang banyak adalah pengakuan oleh sebagian guru thariqah (sufi) dan pengakuan orang-orang sebagai wali. Bahkan ada sebagian yang mengaku sebagai wali qutub, dan ada juga yang mengaku sebagai Imam Mahdi. Biasanya yang percaya dengan pengakuan-pengakuan tersebut adalah kebanyakan dari orang awam (awamul muslimin). Mereka mau diajak berbagai hal karena mereka TIDAK MAU BERPIKIR, bahwa ajakan tersebut benar atau salah. Mereka tidak mau menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan para ulama di dalam kitab-kitab fikih.

“Yajibu ala kulli muslim an la yuqdima ala syai’in hatta ya’lama hukmAllahi ta’ala fiihi”

Artinya: wajib bagi setiap orang Islam untuk tidak melakukan apapun sehingga ia mengetahui HUKUM ALLAH dalam masalah tersebut. Bagi yang bisa memahami kitab-kitab para ulama madzhab yang mu’tabaroh bisa langsung mengetahui sendiri dari kitab tersebut, atau bagi yang tidak bisa, dapat bertanya kepada orang-orang yang memiliki sifat ADIL. Kita tidak boleh melakukan sesuatu hanya karena IKUT-IKUTAN (anut-anutan) saja, dan itulah kelakuan dari sebagian besar orang awam. Karena itulah, saya akan memberikan sedikit penjelasan yang dapat membedakan antara waliyullah (walinya Allah) yang benar dan wali asal-asalan yang salah. Dan saya akan memberikan penjelasan terhadap berbagai permasalahan yang terkadang remang-remang (tidak jelas) bagi sebagian besar orang awam dalam bentuk soal-jawab. Semoga saudaraku yang masih awam (awamul muslim) mau mengkajinya (muthola’ah) agar selamat dunia dan akhirat, bi fadlillahi ta’ala wa husni taufiiqihi (dengan anugrah dan pertolongan Allah ta’ala).

(1) Pertanyaan: Apa makna wali?

(1) Jawab.

Kata (lafadz) wali itu memiliki dua arti. Yang pertama, kata wali itu mengikuti bentuk kata (wazan) fa’iilun dengan arti maf’uulun, seperti kata qatiilun yang memiliki arti maqtuulun. Jadi, wali itu adalah orang yang dijaga oleh Allah swt dari melakukan dosa besar atau kecil dan dari dikendalikan oleh hawa nafsu, meskipun hanya sesaat saja. Dan seandainya, mereka melakukan suatu dosa (karena suatu hal), maka mereka bersegera taubat kepada Allah swt.

Yang kedua, wali itu mengikuti bentuk kata (wazan) fa’iilun, yaitu mubalaghoh dari kata fa’il (kata fa’il yang memiliki arti sangat atau sungguh-sungguh). Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Malik (dalam kitab Alfiyah): Wa fi fa’iilun qalla dza wa fa’ili. Jadi, wali itu adalah orang yang terus menerus dalam ibadah dan ta’at kepada Allah swt, tanpa dikotori oleh berbagai maksiyat kepada Allah swt. Jadi, sifat kewalian itu hanya akan terwujud dengan KETAQWAAN kepada Allah swt, sebagaimana firman Allah: “Ittaqullaha haqqa tuqaatihi” yang artinya bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, yaitu sebenar-benarnya taqwa. Juga keterangan dari firman Allah swt: “Ketahuilah, sesuangguhnya para walinya Allah (auliya-Allah) tidak mempunyai rasa takut (laa khoufun) dan mereka juga tidak bersedih (wa laa hum yahzanuun). Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertaqwa kepada Allah” QS Yunus 62-63. Dan juga keterangan dalam Kitab Risalah Qusyairiyah dalam bab Al-Wilayah.

(2) Pertanyaan: Apa kewajiban wali, sehingga beliau memang benar-benar seorang wali?

(2) Jawab.

Kewajiban wali agar ia benar-benar sebagai wali adalah melaksanakan (jumenengi) seluruh haknya Allah (haqqullah) dan seluruh haknya manusia, dengan selalu menjaga dan mengikuti syariahnya Rasulullah saw. Keterangan diambil dari kitab Risalah Qusyairiyah.

“yajibu alal wali hatta yakuuna waliyyan fi nafsil amri, qiyamuhuu bi huquqillahi wa bi huquqi ibaadihi ala istiqshaa’i wal istiifaa’i bi jamii’i ma umira bihi”

Yang artinya: Wajib bagi wali agar ia menjadi wali yang sebenarnya dalam suatu urusan, maka ia harus melaksanakan ha-haknya Allah dan hak-hak hamba Allah (manusia). Ia harus berusaha menyempurnakan dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah dengan sebaik-sebaiknya.

Oleh karena itu, siapa saja yang mengaku sebagai wali, tanpa mau mengikuti syariah-nya Rasulullah (syariah Islam) maka ia dusta (goroh) dan hanya mengaku-aku atas nama Allah. Keterangan diambil dari kitab Nataijul afkar.

“fa man idda’a al-wilayata bi duuni syahidil mutaaba’ati fadakwaahu zuurun wa buhtaanun”

Yang artinya: “Siapa orangnya yang mengaku menjadi wali, dengan tanpa saksi berupa mengikuti syariah Nabi Muhammad saw, maka orang itu dusta dan mengada-ada atas nama Allah”.

(6) Pertanyaan: Apakah ada wali yang bertentangan dengan syariah, seperti tidak sholat lima waktu, atau jumatan tanpa khutbah?

(6) Jawab.

Tidak ada wali yang yang bertentangan dengan syariah dalam segala hal yang dibebankan oleh Allah kepada orang-orang mukallaf (Orang mukallaf adalah orang terbebani hukum syariah. Orang mukallaf adalah orang yang sudah baligh, akalnya sehat atau tidak gila, tidak pingsan dan lain sebagainya). Keterangan diambil dari kitab Risalah Qusyairiyah.

“fa kullu man kaana lisy syar’i alaihi i’tiroodlun fahuwa magrurun makhduu’un”.

Artinya: Siapa orangnya yang berpaling dari syariah, maka ia adalah orang yang telah ditipu oleh hawa nafsu dan orang-orang yang tertipu oleh setan.

Cerita: dari Imam Abu Yazid Al-Busthomy (sulthanul auliya’) bahwa beliau pernah bepergian dengan murud-murid beliau dengan maksud untuk ziyarah (berkunjung) ke salah seorang kyai yang dikabarkan sebagai waliyullah. Setelah beliau sampai di masjidnya wali tersebut, maka beliau duduk di dalam masjid sambil menunggu keluarnya wali tersebut dari rumahnya. Setelah kyai tadi keluar dari rumahnya, sampai masjid ternyata ia memamerkan sesuatu (riya’) di dalam masjid. Setelah Imam Abu Yazid melihat kyai yang riya’ di masjid tersebut, beliau langsung pulang mengajak seluruh murid yang mengikutinya, tanpa mengucapkan salam dan bersalaman dengan kyai tersebut. Lalu beliau berkata: “Kyai ini termasuk orang yang tidak dapat dipercaya. Orang yang tidak dapat dipercaya oleh adab dari syariah Nabi (maksudnya: orang yang tidak melaksanakan syariah Islam), maka orang tersebut tidak akan dapat dipercaya oleh asrarul haq (rahasia al-haq bagi orang yang memiliki sifat kewalian)”. Para saudaraku semua, ini adalah nasihat dari Imam Abu Yazid Al-Busthomy yang memberikan peringatan kepada kita agar jangan tertipu oleh kemasyhuran seseorang atau orang yang dikagumi oleh hampir semua orang hanya karena bisa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan atau dianggap sebagai karomah (seperti bisa terbang, dll), tetapi ia tidak memiliki sifat konsisten dalam menjaga adab syariah Nabi Muhammad (adabus syariah al-Muhammadiyyah). Jadi, dasar dari sifat kewalian adalah istiqomah (konsisten) melaksanakan adab-adab syariah yang telah ditetapkan dengan dalil-dalil yang shahih.

*****

Penjelasan diatas adalah sebagain penjelasan dari Syeikh Hasyim Asy’ari tentang kewalian. Penjelasan tersebut sangat gamblang. Dengan penjelasan itu kita tidak perlu bingung dengan berbagai cerita mistik dan berbagai cerita lain yang tidak jelas kebenarannya.

Intinya, kita tidak perlu bingung apakah seseorang itu wali atau tidak. Yang terpenting bagi kita adalah istiqomah menjalankan syariah Allah dan berjuang dengan segala kekuatan agar syariah Allah tegak di muka bumi.

Entah orang itu bisa terbang atau tidak, entah orang itu bisa membelah diri atau tidak, entah orang itu bisa melipat tempat dan waktu (thayyul makan waz zaman) atau tidak, entah orang itu “dianggap wali” oleh orang lain yang juga “dianggap wali” atau tidak, entah orang itu terkenal atau tidak, entah orang itu bergelar Prof.Dr. KH atau tidak, entah orang itu ketua organisasi Islam terbesar atau tidak, entah orang itu memiliki pesantren besar atau tidak, entah orang itu diziarahi jutaan peziarah atau tidak, entah orang itu diciumi tangannya oleh pejabat atau tidak, entah orang itu di-elu-elukan oleh masyarakat atau tidak, selama ia tidak melaksanakan syariah atau menentang syariah Allah, maka kita tidak boleh mengikuti dia, apalagi berwala’ kepadanya. Ia bukan walinya Allah, tetapi ia adalah walinya setan. Wal iyadzu billah.

Wallahu a’lam bish showab.

Diterjemahkan Oleh M Choirul Anam (Penulis Buku Cinta Indonesia Rindu Khilafah)
[www.al-khilafah.org]

Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari Tentang Wali : Waliyullah Pasti Selalu Taat Syariah Allah dan Tidak akan Pernah Menentang Syariah Allah






Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.