Header Ads

Sulitnya Melarang Mihol dengan Jalan Demokrasi

Sulitnya Melarang Mihol dengan Jalan Demokrasi
Oleh  Muhammad Amilurrohman (Departemen Politik HTI Surabaya)

Perjuangan Pemkot Surabaya dalam upayanya melarang minuman beralkohol atau minuman keras menemukan jalan buntu. Hal ini karena Gubernur menolak perda larangan mihol yang diusulkan oleh Pemkot Surabaya. Meski belum ada surat resmi yang diterima oleh pemkot Surabaya – sebagaimana pengakuan wakil ketua DPRD Surabaya, Aden – namun informasi dari beberapa internal pemprov Jatim sangat kuat mengindikasikan bahwa memang gubernur telah menolak perda larangan mihol.



Payung hukum di atas peraturan daerah (perda) ini tidak melarang minuman beralkohol (mihol), tetapi hanya mengatur peredarannya. Klausul inilah yang dianggap bertentangan sehingga tidak mungkin bagi Pemprov Jatim untuk mengakomodasi. ”Wong bunyinya jelas tidak ada larangan kok. Ini namanya memaksakan diri, makanya Gubernur menolak,” tandas sumber di internal Pemprov Jatim kemarin. Sebelumnya Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim Himawan Estu Bagijo juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, perda usulan Pemkot Surabaya sulit disetujui. Ini karena payung hukum tersebut bertentangan dengan aturan di atasnya. Di luar itu, Himawan juga menilai bahwa draf perda yang disusun DPRD Surabaya tidak komprehensif. Ini karena perda hanya berisi tentang produk minumannya. Tetapi, tidak membahas persoalan tata niaga atau proses jual belinya. ”Mestinya semuanya dimasukkan. Jangan kok melarang tok.” (www.koran-sindo.com)

Sesungguhnya penolakan perda larangan mihol merupakan kelanjutan dari pencabutan resmi perda-perda yang berjumlah 3.143 perda oleh pemerintah pusat. Argumen yang digunakan karena dianggap tidak sesuai dengan payung hukum di atas peraturan daerah dan mengganggu iklim usaha-investasi. Maka meskipun perjuangan dilanjutkan oleh pemkot dengan mengajukan banding ke mendagri, sebagaimana disampaikan oleh Darmawan Wakil Ketua DPRD Surabaya (www.bangsaonline.com), akan menemukan jalan buntu.

Jangan Ragu Mengambil Syariah!

Eleman umat Islam menyadari betul bahaya mihol. Karena itu, kepentingan untuk adanya payung hukum agar kehidupan ini tidak kacau akibat peredaran mihol yang luas. Seharusnya Pak De Karwo sebagai Gubernur Jatim betul-betul memahami aspirasi umat. Bukankah Pak De juga dekat dengan ulama’? Lantas atas keraguan apa lagi untuk melindungi kemaslahatan umat? Disadari betul, perda mihol ini merupakan batu sandungan antara kepentingan politik dengan ekonomi-bisnis. Tanpa memperhatikan dampak dari kerusakan minumal beralkohol.

Di dalam Islam, minuman keras atau beralkohol termasuk minuman khamr. Khamr juga bisa menimbulkan permusuhan dan kebencian serta menghalangi manusia dari mengingat Allah SWT dan shalat (lihat QS al-Maidah [5]: 90-91). Bahkan Rasulullah saw. bersabda:

«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ»

Khamr adalah biang segala keburukan (HR ad-Daruquthni).

Tidak ada perbedaan pendapat di seluruh kaum muslimin dari rakyat biasa hingga para pejabat penguasa bahwa khamr itu haram. Namun, realitas menunjukkan betapa jalan demokrasi sulit digunakan untuk memperjuangkan syariah Islam meskipun itu hanya seputar larangan khamr. Hal ini karena khamr–dalam hal ini minuman beralkohol–telah menjadi bisnis yang menjanjikan.

Oleh karenanya itu, ketika ada upaya pelarangan minuman beralkohol Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surabaya, M Sholeh, bersuara menolak pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Minuman Beralkohol (Mihol). Menurut dia, omzet mihol pada hotel dan cafe di Surabaya menyumbangkan 20 hingga 30 persen dari total omset makanan dan minuman. "Kami menghargai yang dilakukan DPRD dan Pemkot dalan upaya penyelamatan generasi muda, tetapi perlu diingat, peraturan ini dapat memberikan dampak perekonomian dan pariwisata secara umum, karena pengkonsumsi mihol kebanyakan wisatawan mancanegara," kata Sholeh kepada SURYA.co.id, Kamis (12/5/2016). (surabaya.tribunnews.com)

Sementara itu, telah menjadi rahasia umum bahwa jalan demokrasi menuntut setiap orang yang ingin berkuasa haruslah memiliki modal yang sangat banyak. Oleh karenanya, jalan demokrasi menjadi jalannya para kapitalis untuk bisa mendekat dan mempengaruhi para penguasa melalui kekuatan modal yang dimilikinya. Ketika penguasa terbelenggu oleh para kapitalis, maka setiap kebijakannya akan didikte agar tidak mengganggu iklim usaha para kapitalis tersebut termasuk di dalamnya bisnis mihol.

Mudah dengan Khilafah

Demikianlah jalan demokrasi menjadi jalan bagi para pelaku kemaksiatan dan kejahatan untuk mendapatkan legalitasnya. Dengan kekuatan modal yang dimiliki, kekuasaan bisa dibeli dan hukum syariat Islam kembali terpenjara. Selama kita menggunakan jalan demokrasi untuk berjuang, maka akan menemukan jalan buntu karena kemudian kita dihadapkan dengan para pelaku kemaksiatan dan kejahatan yang juga menggunakan jalan yang sama. Perjuangan politik praktis di era 2016 ini dan seterusnya akan mengalami kegagalan berlipat ganda sebab saat ini makin banyak para ulama yang bisa dibeli dan kerusakan masyarakat yang makin menjadi-jadi. Oleh karenanya, meski pemkot akan berjuang dengan  menggalang dukungan semua fraksi dan elemen masyarakat, para kapitalis akan mudah mematahkan dengan kekuatan modalnya untuk menggerakan massa, menyetir media dan mendikte penguasa yang lebih atas.

Dari sinilah sekali lagi pentingnya ide bahwa perjuangan menerapkan syariah Islam secara kaffah tidak akan menuai keberhasilan melalui jalan demokrasi. Upaya penerapan syariah Islam haruslah disempurnakan dengan penegakan khilafah. Bila Khilafah yang menjadi sistem pemerintahannya – menggantikan sistem demokrasi – larangan minuman khamr untuk diproduksi, didistribusi dan dikonsumsi oleh kaum muslim akan benar-benar sempurna ditegakkan. Setiap pihak yang melanggar akan dihukum sanksi sesuai dengan hukum sanksi Islam. Dengan begitu, akal masyarakat akan terjaga dan mampu diberdayakan secara maksimal untuk membangun peradaban besar dan agung, itulah peradaban Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Wahai Pak De, jangan ragu untuk mengambil aturan dari Allah SWT yang menjadi pencipta manusia dan alam ini. Jangan biarkan munculnya korban dan kerusakan yang kian brutal. Wallahu’alam bisshawab. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.