Header Ads

Penembakan Densus di Gang Asem: Siapa yang Dusta, Polisi atau Saksi Warga?

Jakarta– Dua orang yang diduga teroris tewas diterjang peluru Densus 88 Antiteror di Gang Asem, Jalan Setiabudi, Pamulang, Tangerang, Selasa (9/3/2010). Peristiwa penembakan siang bolong di Gang Asem itu menjadi misteri dan polemik, karena laporan polisi bertolak belakang dengan kesaksian warga yang menyaksikan detik-detik penembakan dengan mata kepalanya.

Manurut laporan polisi, dua orang itu terpaksa ditembak karena melawan dengan cara menembak petugas dari atas motor Suzuki Thunder biru yang mereka naiki. Padahal, menurut saksi mata, dua orang korban ditembak kepalanya saat terjatuh, tanpa melakukan penembakan apapun.

Beberapa saat usai peristiwa penembakan di Gang Asem tersebut, Mabes Polri mengeluarkan siaran pers bahwa kedua korban ditembak polisi karena melakukan perlawanan dengan menembak petugas.

"Mereka melakukan perlawanan dengan menembak petugas sambil mengendarai motor Thunder," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang di Markas Besar Polisi, Jakarta Selatan, Selasa 9 Maret 2010.

Edward juga membantah ada orang diduga teroris yang berjenis kelamin perempuan. Ketiganya laki-laki.

Siaran pers dari kantor Mabes Polri itu bertolak belakang dengan keterangan warga yang menjadi saksi mata peristiwa Gang Asem itu.

Menurut salah satu saksi mata, korban penembakan di Gang Asem itu ada dua orang, yaitu pembonceng motor Suzuki Thunder biru dan seorang yang dibonceng, memakai cadar hitam.

Menurut Sipit (55), pemilik warung rokok dan gorengan –tempat kedua korban tewas– peristiwa terjadi pada pukul 13.30.

"Saat itu saya sedang jaga warung, memarut kelapa di teras warung. Tiba-tiba ada motor kenceng lalu balik, yang dibonceng loncat ke depan warung lalu nyungsruk (terjerembab, ed.) ke kolong meja," kata Sipit ditemui di warungnya di Gang Asem, Rabu 10 Maret 2010.

Orang yang dibonceng memakai cadar, Sipit mengaku sempat mengira dia adalah perempuan.

Tak beberapa lama, tambah dia, ada polisi menghampiri. "Kayak ada perlawanan lalu ditembak di tempat," tambah dia.

"Saya dengar ada empat kali tembakan. Pelaku nggak bawa tembakan (senjata api, ed.), yang menembak satu polisi pakaiannya biasa," tambah Sipit.

Menurut dia, tembakan dilakukan dalam jarak dekat, setelah pelaku dan polisi sempat bergulat. "Tembakan di dadanya," tambah Sipit.

Sipit mengaku syok melihat hal tersebut. Polisi menyuruhnya masuk ke warung. "Masuk ke dalam kalau di luar bisa kena," kata Sipit, menirukan ucapan polisi.

Perempuan paro baya itu mengaku saat itu dia tidak tahu bahwa orang berpakaian preman yang menembak adalah polisi.

Kisah versi Sipit juga dibenarkan oleh Hamid (68), warga sekitar yang juga menyaksikan detik-detik penembakan dengan kedua bola matanya.

"Ketika kejadian, saya lagi duduk-duduk," kata Hamid di lokasi penembakan di Gang Asem.

Saat itu sekitar pukul 13.30 Waktu Indonesia Barat. Tiba-tiba ada motor dari dalam Gang Asem melaju kencang ke arah Jalan Setiabudi. Yang membawa motor seorang pria berbaju hitam dan memakai ransel. Yang dibonceng menggunakan cadar.

Namun, saat motor hendak menuju mulut gang, polisi telah menutup jalan. Panik, motor langsung balik arah. Satu penumpang terpental. Sementara motor dibawa lari ke arah gang. Ternyata ada polisi tidur, motor pun terjatuh.

Hamid juga menirukan posisi jatuhnya –tubuh doyong dan kedua kaki berada di tepi sebuah selokan. Dia menggambarkan aparat meletakkan pistol di bagian kening.

"Pengendara langsung disergap satu polisi pakaian preman. Pengendara ini berusaha berontak, terpaksa ditembak kepalanya," kata Hamid.

Setiap ucapan akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Maka jangan ada dusta di antara kita. [taz/viva/voa-islam.com]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.