Mencegah Futur dalam Dakwah
Konspirasi dan gangguan setan dalam menggoda manusia agar maksiat kepada Allah tidak akan pernah berhenti hingga Kiamat. Iman kita, yang kadang naik (yazid) karena taat pada Allah SWT dan kadang turun (yanqush) karena maksiat kepada-Nya, akan terjadi pula. Futur dalam dakwah biasanya akan terjadi pada diri kita saat godaan setan kuat hingga menurunkan iman kita. Namun, futur bisa kita hindari dengan istiqamah.
Muslim yang istiqamah adalah Muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya, walaupun ujian dan tantangan merintanginya.
Untuk meraih istiqamah bisa ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Memahami dan mengamalkan akidah dengan baik dan benar: Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat (TQS Ibrahim: 27). Makna ‘ucapan yang teguh’ dalam ayat ini adalah dua kalimat syahadat yang dipahami dan diamalkan dengan benar, sebagaimana yang ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah saw. (Shahih al-Bukhari, IV/1735).
2. Membaca al-Quran dengan menghayati dan mengamalkannya: Katakanlah, “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Rabb-mu dengan benar untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (TQS an-Nahl [16]: 102). Allah SWT pun telah menjelaskan bahwa tujuan al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullaah saw. (Lihat: TQS al-Furqan: 32).
3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman (para ulama dan pengemban dakwah): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian selalu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (TQS at-Taubah [9]: 119); “Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang menjadi pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan.” (HR Ibnu Majah, as-Sunan, 1/86; al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 1/455).
4. Sering berdoa kepada Allah: Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS al-Baqarah [2]: 250).
5. Membaca sirah para nabi, terutama sirah Rasul saw. dan orang-orang shalih yang terdahulu, untuk mengambil suri teladan: Semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu (TQS Hud [11]: 120).
6. Memotivasi dan berharap diri untuk meraih kemuliaan dengan tercapainya tujuan dan target dakwah, tegaknya syariah dalam institusi Khilafah Islamiyah.
7. Mengetahui tipuan dunia dan tidak terlena dengannya.
8. Senantiasa bersyukur atas karunia dari Allah SWT.
Selain itu, agar kita selalu istiqamah di dalam dakwah adalah dengan selalu mengingat kematian dan kehidupan setelah kematian. Dengan itu kita merasa takut kepada Allah SWT jika kita akan berbuat maksiat atau futur serta selalu fokus untuk meraih tujuan utama, yakni keridhaan-Nya. Dengan itu pula hubungan kita dengan Allah SWT akan semakin dekat, jauh dari futur dan sukses dalam dakwah hingga meraih bahagia dunia dan akhirat.Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [M.Fathurrahman Abu Rabbani; Bogor Selatan, Kota Bogor Jawa Barat]
Sumber
Muslim yang istiqamah adalah Muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya, walaupun ujian dan tantangan merintanginya.
Untuk meraih istiqamah bisa ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Memahami dan mengamalkan akidah dengan baik dan benar: Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat (TQS Ibrahim: 27). Makna ‘ucapan yang teguh’ dalam ayat ini adalah dua kalimat syahadat yang dipahami dan diamalkan dengan benar, sebagaimana yang ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah saw. (Shahih al-Bukhari, IV/1735).
2. Membaca al-Quran dengan menghayati dan mengamalkannya: Katakanlah, “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Rabb-mu dengan benar untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (TQS an-Nahl [16]: 102). Allah SWT pun telah menjelaskan bahwa tujuan al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullaah saw. (Lihat: TQS al-Furqan: 32).
3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman (para ulama dan pengemban dakwah): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian selalu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (TQS at-Taubah [9]: 119); “Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang menjadi pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan.” (HR Ibnu Majah, as-Sunan, 1/86; al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 1/455).
4. Sering berdoa kepada Allah: Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS al-Baqarah [2]: 250).
5. Membaca sirah para nabi, terutama sirah Rasul saw. dan orang-orang shalih yang terdahulu, untuk mengambil suri teladan: Semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu (TQS Hud [11]: 120).
6. Memotivasi dan berharap diri untuk meraih kemuliaan dengan tercapainya tujuan dan target dakwah, tegaknya syariah dalam institusi Khilafah Islamiyah.
7. Mengetahui tipuan dunia dan tidak terlena dengannya.
8. Senantiasa bersyukur atas karunia dari Allah SWT.
Selain itu, agar kita selalu istiqamah di dalam dakwah adalah dengan selalu mengingat kematian dan kehidupan setelah kematian. Dengan itu kita merasa takut kepada Allah SWT jika kita akan berbuat maksiat atau futur serta selalu fokus untuk meraih tujuan utama, yakni keridhaan-Nya. Dengan itu pula hubungan kita dengan Allah SWT akan semakin dekat, jauh dari futur dan sukses dalam dakwah hingga meraih bahagia dunia dan akhirat.Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [M.Fathurrahman Abu Rabbani; Bogor Selatan, Kota Bogor Jawa Barat]
Sumber
Tidak ada komentar