Header Ads

Persidangan Sandiwara

Sudah dua kali, Ustadz Abu Bakar Baasyir ditangkap dan disidang dengan tuduhan menjadi dalang tindak terorisme, namun tidak pernah terbukti. Saksi-saksinya malah mencabut BAP dan berbalik membela Baasyir.


Apakah penggunaan teleconference agar kasus serupa tidak terulang? Adakah keganjilan seputar pengadilan, tuduhan dan penangkapan Amir Jamaah Ansharu Tauhid (JAT) ini? Wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradata. Berikut petikannya:

Mengapa TPM menolak saksi sidang Ustadz Abu Bakar Baasyir menggunakan teleconference?
Saksi dengan teleconference tersebut itu merupakan bentuk metode yang dipaksakan. Tanpa melihat kemungkinan metode-metode lain yang bisa mengakomodasi rasa keadilan. Memang betul, Perpu No 1 tahun 2002 tentang Terorisme terus sama pasal yang mengatakan mengenai bahwa saksi dalam tindak pidana terorisme tersebut itu bisa melakukan kesaksiannya tanpa tatap muka dengan terdakwa. Tetapi kata-kata tidak bertatap muka dengan terdakwa itu masih banyak caranya, masih banyak metodenya. Antara lain yang menurut pasal KUHP adalah terdakwa dengan saksi itu dipisah tetapi tetap hadir di persidangan.

Maksudnya?
Jadi terdakwanya taruh dulu di ruangan yang berbeda. Saksinya tetap di dalam persidangan. Karena kewajiban saksi hadir di muka sidang dan keterangannya yang benar adalah di muka sidang itu masih tetap berlaku. Tapi ini, tidak tahu kenapa tanpa mendengar pendapat dari penasihat hukum, hakim main sepihak begitu saja mengikuti maunya jaksa. Kemudian menetapkan teleconference tanpa bisa didebat maupun dilawan lagi. Bahkan surat keputusannya itu diduga sudah disiapkan sebelum Ustadz didakwa. Karena terbukti ada di dalam pertimbangannya itu adalah adanya surat tertanggal 10 Februari. Ustadz itu baru pertama kali sidang 24 Februari, di samping itu juga masih ada kemungkinan celah dakwaan jaksa digugurkan. Tapi kelihatan sekali jauh sebelum Ustadz disidang pertama kali. Kelihatannya jaksa sudah sangat yakin bahkan mendapat bantuan dari Ketua Muda Mahkamah Agung Pidana, Ketua Pidana Mahkamah Agung. Bahwa ini langsung ke pemeriksaan saksi-saksi. Artinya, sebetulnya apapun yang akan dilakukan oleh penasihat hukum itu sudah pasti akan ditolak dan hakim kelihatannya sudah punya keputusan di dalam lacinya. Jadi pengadilan ini bagi kami ini menjadi pengadilan formalitas. Nah kalau pengadilan formalitas, kami kan berarti sedang dalam pengadilan sandiwara untuk apa kami ada di pengadilan sandiwara tersebut. Sama saja kami dengan artis sinetron juga, kami berlepas diri dari itu.

Apakah penggunaan teleconference sebagai upaya mempermudah mengendalikan saksi?
Oh iya jelas. Jadi mereka belajar dari dua persidangan yang dulu. Saat itu saksi-saksi yang dibawa ke pengadilan itu rata-rata kemudian berbalik. Berbalik mencabut BAP.Tapi menyatakan yang sesungguhnya bahwa mereka disiksa, dipaksa, ditekan, dipengaruhi dan lain sebagainya. Jadi dugaan kuatnya, teleconference digunakan sengaja untuk mengendalikan saksi agar tetap takut. Karena ruangannya di Rutan Mako Brimob yang kita tidak bisa tahu ada berapa mata petugas yang ada di situ. Siapa tahu di situ ada seratus mata yang pada melotot semua atau memegang senjata tajam dan memegang senjata api.

Kejanggalan lainnya?
Banyak. Salah satunya ya tadi itu, keberpihakan hakim sudah sangat jelas. Ini juga majelis hakim ini berpihak. Jadi ada Surat dari saksi yang menolak untuk teleconference.

Mereka ingin datang, di antaranya Mujahidul Haq. Tetapi tidak didengar, malah diharuskan dengan teleconference padahal alasan teleconference itu katanya untuk melindungi saksi. Lho saksinya kepengen datang kok, tidak boleh malah. Di samping itu, tidak ada kebebasan bagi penasihat hukum. Penasihat hukum sedikit suaranya keras, Made Rahman Marasabesi namanya. Kemudian memprotes tanpa mau dipotong oleh jaksanya, langsung dikeluarkan dan disidang dengan tuduhan membuat gaduh. Lho wong protes kok tidak boleh. Jangan dipaksa dong orang harus lembut-lembut semua, ada pengacara yang keras boleh-boleh saja. Orang jaksa saja ada yang suaranya lucu. Kita tidak protes. Karena itu masalah fisik dan karakter orang. Selama yang diomongkan masih sesuai jalur hukum yang belaku atau pada landasan dasar hukum yang berlaku kenapa dilarang?

Itu keganjilan fakta persidangan, kalau dalam tuduhan?
Oh iya sangat ganjil. Karena di sini seakan-akan dipaksakan bahwa Ustadz menjadi otak dari sebuah latihan militer. Latihan militer itu juga tidak jelas. Kapan memakai senjata api dan kemudian setelah latihan militer itu mereka tidak jelas. Terornya di mana? Yang pasti jaksa sangat meyakini bahwa ada pelatihan militer clan latihan militer ini pasti untuk teror. Loh kok kira¬kira? Perbuatan pidana kok di kira-kira?

Apakah keyakinan itu berdasarkan temuan dokumen?
Tidak ada. Ini berdasarkan kata-kata saksi dari seseorang yang bernama Abdul Haris. Abdul Haris ini juga ditengarai sering menerima dana juga dari tempat lain tetapi kemudian ticlak mampu mempertanggungjawabkannya. Lalu salah satunya diajuga mengatakan bahwa dia disuruh Ustadz, lalu memakai nama Ustadz untuk meminta sumbangan ke tempat-tempat lain.

Tanggapan Ustadz Abu?
Ustadz Abu mengatakan, "Ya tidak pernah. Saya kok minta sumbangan?"

Siapa sebenarnya Abdul Haris itu?
Abdul Haris adalah Ketua Jamaah Ansharu Tauhid (JAT) Jakarta. Dialah yang benar-benar berdalih kemudian menyerang Ustadz.

Maksud saya, apakah Abdul Haris ini susupan Intel?
Tidak tahu, tetapi saya pribadi mengetahui dia sejak lama. Itu pun saya agak kurang percaya sama orang ini. Kebetulan dia sering mendampingi Ustadz sejak Ustadz Abu masih menjadi amir MMI. Saya pribadi kurang bisa mempercayai orang ini.

Alasannya?
Ada sesuatu hal yang pernah dia lakukan dalam konteks dia menerima keuangan dari pihak luar sehubungan dengan ganti rugi terhadap kerusakan yang dibuat oleh aparat pada saat menangani secara keras demonstrasi yang waktu Ustadz di Salemba. Kan pernah terjadi Salemba berdarah itu. Dan kemudian ada kerusakan bus dan lain sebagainya. Itu juga saya menengarai Abdul Haris terlibat dalam pengurusan 'ganti rugi' itu. Ganti rugi dalam tanda kutip. Itu saja.

Jadi tuduhan bahwa Ustadz Abu membiayai latihan militer?
Ustadz itu dapat duit dari mana tolong logis saja deh. Lha wong gajinya sebulan saja tidak sampai dua juta. Begitu. Uang hasil mengajarnya itu.

Kalau tuduhan Ustadz Abu sebagai dalang perampokan Bank CIMB Niaga itu?
Kan sudah dicabut. Ada suratnya dari orang yang terduga pelaku bahwa dia dipaksa untuk menandatangani BAP bahwa Ustadz mendapat 20 persen dari hasil perampokan CIMB itu. Ini kan kemudian sudah bertobat orang itu.Tetapi tidak didengarkan oleh majelis hakim.

Bagaimana dengan proses penangkapan Ustadz Abu, adakah yang janggal?
Terlalu over acting. Sebetulnya Densus itu sudah lama ingin menangkap Ust Abu. Kenapa tidak langsung ditangkap saja. Atau dipanggil saja. Kenapa harus dengan penangkapan over acting segala? Tapi kok beda ya dengan perlakuan terhadap Miranda Gultom. Dia tidak ditangkap padahal yang terima suap sudah dipenjara? Itu kan memang lain ya. Itu kan sesuatu sudah menjadi kebiasaan. Kalau yang dilakukan Ustadz yaitu menegakkan syariat Islam, belum menjadi kebiasaan. Maksudnya paham tidak Mas? Lha itu kan untuk kasus suap menyuap itu sudah biasa. Tapi untuk ngaji, menegakkan syariat Islam kan belum biasa. Jadi kemudian sesuatu yang belum biasa itu akan dianggap sesat, dianggap jahat. Ya seperti kalau tiba-tiba ada orang shalat di antara orang-orang yang sedang bermaksiat itu kan pasti orang yang sedang shalat ini dianggap sebagai orang yang jahat. Paham kan?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.