Header Ads

Psikometrika Presiden Dan Reshuflle Kabinet

Reshuflle kabinet dalam kerangka sistem presidensial merupakan hak preogratif presiden. Terkadang hal ini merupakan kebutuhan logis yang harus segera dilaksanakan bilamana kinerja kabinet pilihan presiden tidak dapat berjalan secara optimal.

Belakangan ini isu reshuffle kembali mengemuka setelah ketua DPR Marzuki ali mengeluarkan wacana tersebut. "Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini sudah waktunya bagi presiden untuk melakukan perombakan untuk memperlancar jalannya kabinet. Karena ini kan sudah hampir 2 tahun," ujar Marzuki di gedung DPR seperti yang dilansir detik.com (16/09).

Jika melihat track record kinerja kabinet Indonesia bersatu jilid II, secara umum belum memberikan hasil yang memuaskan, raport sangat merah layak diterima oleh beberapa menteri, terutama yang sekarang ini terganjal kasus korupsi, demikian pula menteri-menteri yang diindikasi sebagai komprador, tentu layak untuk dilengser.

Namun yang perlu dipahami, raport merah sejumlah menteri tersebut adalah juga inheren dengan sikap politik presiden sewaktu memilih mereka, sebagai buah dari implementasi politik dagang sapi yang terjadi. Menteri-menteri yang tak berkompeten, ternyata harus terpilih untuk pengakomodiran kepentingan partai koalisi.

Di lapangan, acapkali ternyata reshuflle kabinet hanyalah digunakan sebagai komoditas politik, sehingga telah terjadi distorsi dengan kepentingan rakyat. Setidaknya dapat diamati, ada beberapa goal politik yang didapat penguasa dalam kasus reshuflle. Diantaranya adalah:

Pertama: Perbaikan citra. Suatu yang lazim, adanya reshuflle kabinet bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat karena dianggap sebagai bentuk perbaikan pemerintahan. Apalagi popolaritas SBY terus turun, dalam hitungan LS terbaru, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY turun anjlok hingga tinggal 37,7 %.

Kedua: Mengokohkan hegemoni demokrat/bergaining posisi. Hanya dengan bergulirnya wacana reshuffle saja, meski belum tentu terjadi, hal ini sudah dapat menguatkan bergaining posisi SBY dengan demokratnya.

Sebagai contoh, gertak sambal reshuffle kabinet menjelang satu tahun KIB jilid beberapa waktu yang lalu setidaknya mampu meredam sikap politik parpol koalisi yang berbeda haluan dengan demokrat, sebut saja PKS dan Golkar dalam kasus Century. Bahasa liarnya: "Jangan berani macam-macam lagi, nanti kami reshuffle!".

Ketiga: Merangkul non koalisi. Amandemen UUD 45 pasal 1 ayat 1 berbunyi: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Sedangkan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang".

Dari situ, tampaknya perlu bagi presiden untuk merangkul seluruh kekuatan parpol di parlemen untuk memuluskan kebijakan-kebijakannya. Misalkan PDIP yang selama ini konsisten menjadi partai oposisi, tak luput dari tawaran kursi menteri. Sejumlah nama politisi dari partai PDIP pun santer terdengar ingin dilamar presiden.

Jika praktik politik tak sehat seperti ini terus bergulir, maka rakyatlah yang menjadi korban. "Politik itu kotor", anggapan itu memang benar, selama politik sekuleristik yang menjadi pijakan. Hal ini tak bisa disangkal, karena realitas yang membuktikan.

Sebuah teori klasik Aristoteles yang menyebut bawah "Politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama", sampai kini pun tak kunjung tertemui, karena kebaikan bersama adalah saat terwujudnya keadilan, dan keadilan hanyalah ada pada sistem

Amerika sekalipun, yang menjadi kiblat politik negri ini memiliki implikasi kehidupan politik yang amat buruk. Adalah Scott Mc Clellan (2009), dalam bukunya yang berudul "What Happened: Inside the Bush White House and Washington’s Culture of Deception", ia telah mengupas cukup banyak kebusukan politik di Amerika khususnya di gedung putih.

Karena itu, negri ini termasuk didalamnya para politisi perlu diselamatkan dari kehidupan politik kotor ini. Islam yang datang sebagai sebuah ideologi telah memiliki khasanah yang agung dalam bidang politik.

Politik sendiri dalam kamus bahasa arab ialah siyasah, berasal dari kata sasa-yasusu, siyasatan, biasa diterjemahkan: mengatur, mengendalikan, mengemudi. Secara terminologis, politik adalah mengatur urusan umat (ri\'ayah su’unil ummah) dan berorientasi syariah (tadbiqu syariah).

Politik (As-Siyasah) dalam Islam tak sekedar perilaku politik santun yang selama ini dianggap oleh sebagian orang, melainkan secara komprehensif telah menjelaskan bagaimana membentuk sistem pemerintahan yang sesuai dengan syariah Islam, bagaimana kriteria memilih pejabat dan pemimpin, bagaimana cara pemimpin dalam mensejahterakan rakyat, dsb.

Tinggal negri ini mau menerapkan atau tidak. Mestinya mau, karena ini untuk kebaikan bersama.(detiknews.com)

Ali Mustofa
Gang Nusa Indah, Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo
bengwanrise@gmail.com
085642200088


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.