Header Ads

Obama Bohong! Tirani Tidak Cocok dengan Kebebasan, Padahal Ia Sendiri Pencetus Kekerasan

Dunia kini dapat menyaksikan kepalsuan Presiden Negara Penjajah Amerika Serikat menyikapi kebangkitan kaum Muslim di Dunia Arab dan Afrika. Para penguasa di Negeri Arab teman setia Amerika yang telah lama menindas rakyat kini satu persatu telah terjungkal.


Namun, lihatlah, bagaimana penguasa Amerika Serikat berupaya menipu dunia. Ia seolah bersimpati terhadap kebangkitan rakyat dalam melawan penguasa diktator. Padahal, Amerika Serikatlah yang telah menyiapkan para diktator itu ke tumpuk kekuasaan.

Baru-baru ini dikabarkan media, Presiden Barack Obama menyambut baik kematian pemimpin Libya Moamer Gaddafi dan memperingatkan Bashar al-Assad dari Suriah bahwa hari-hari rezimnya terhitung Selasa ketika dia menjanjikan dukungan abadi AS demi cita-cita Kebangkitan Arab.

"Ketika pasang perang surut, gelombang perubahan menyapu ke seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara, dari Tunis hingga Kairo, dari Sanaa sampai Tripoli," kata Obama dalam pidato kenegaraan di Kongres, lapor AFP.

"Setahun lalu, Gaddafi adalah salah seorang diktator yang bercokol paling lama di dunia -- seorang pembunuh dengan darah orang Amerika di tangannya. Sekarang, dia sudah lenyap.

"Dan di Suriah, saya tidak ragu bahwa rezim Assad akan segera mendapati bahwa kekuatan perubahan tidak dapat dihindari, dan bahwa martabat manusia tidak dapat disangkal."

Sementara menyatakan tidak jelas bagaimana peristiwa di Timur Tengah dan Afrika Utara akan berkembang, Obama mengatakan dia akan terus "berdiri melawan kekerasan dan intimidasi" dan mendukung cita-cita demokrasi.

"Bagaimana transformasi yang luar biasa akan berakhir tetap tidak jelas. Namun kami memiliki taruhan sangat besar dalam hasilnya," katanya.

"Kami akan mendukung kebijakan yang mengarah kepada demokrasi yang kuat dan stabil dan pasar terbuka, karena tirani tidak cocok dengan kebebasan."

Benarkah seruan-seruan dalam revolusi Arab itu untuk menggapai cita-cita demokrasi? Siapa saja yang memiliki akal pikiran sehat serta mata yang jernih dapat memahami, bahwa seruan dalam revolusi di dunia Arab bukanlah mengarah kepada demokrasi. Di Tunisia, kaum Muslim hingga hari ini pun terus menyerukan penegakkan Khilafah.

Di Libya, beberapa waktu lalu, kaum Muslim turun ke jalan-jalan untuk menyerukan penegakkan Syariah. Di Yaman, puluhan ribu mendengarkan seruan para ulama serta meneriakkan yel-yel Era Khilafah yang baru. Bahkan di Suriah pun, puluhan ribu kaum Muslim di Homs telah berjanji bahwa kemenangan bukan dari Obama atau Amerika, melainkan dari Allah Swt.

Sejak awal revolusi di Tunisia hingga Suriah, kaum Muslim tidak menginginkan sistem demokrasi. Tetapi mereka hanya menginginkan penegakkan syariah sebagai aturan yang bersumber dari Allah Swt. Sampai kapan sebagian umat Islam masih mempercayai demokrasi dan sesumbar Penguasa Negara Penjajah Barack Obama yang terus menerus menebar kebohongannya?

Umat Islam Tidak Akan Tertipu

Ketika peristiwa di Mesir mulai berkembang pada akhir Januari 2011, laporan-laporan awal dari kebanyakan saluran berita adalah terjadinya protes ‘Anti-Mubarak’, dan hal ini adalah pandangan yang didorong oleh sumber berita seperti Al-Jazeera, BBC dan New York Times.

Namun, ketika protes itu mulai menjadi matang dan jumlah orang-orang yang turun ke jalan-jalan meningkat, ada pergeseran tiba-tiba dari saluran-saluran berita dengan mengacu protes itu sebagai protes ‘pro-demokrasi’. Hampir dalam semalam semua saluran berita itu mengacu pada seruan bagi demokrasi gaya Barat di wilayah tersebut.

Titik catatan atas hal ini bukanlah dari konspirasi oleh media, namun mereka hanya mencerminkan konteks yang diciptakan bagi mereka oleh para politisi Barat seperti Barak Obama yang mendukung protes itu dan menyerukan reformasi demokratis dalam mengatur agenda itu agar diikuti oleh media.

Tidak ada fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa rakyat lebih menyerukan demokrasi daripada ketika demonstrasi itu mulai terjadi lebih kurang seminggu sebelumnya. Jika ada alasan kenapa semakin banyak orang yang turun ke jalan-jalan dan dimana ratusan ribu orang berdoa di Tahrir Square maka jelaslah bahwa titik acuan bagi kebanyakan demonstran itu bukanlah liberalisme melainkan Islam.

Berkembangnya demonstrasi pro-demokrasi berarti bahwa ketika pemberontakan itu sampai ke Libya, Yaman dan Suriah asumsi terbanyak yang otomatis adalah bahwa mereka juga ingin demokrasi, suatu asumsi yang didasarkan pada informasi dan bukan pada realitas.

Selama puncak protes di Yaman, banyak saluran berita utama menunjukkan gambar-gambar Sheikh Zindani dalam menangani protes besar di Shan’a selama demonstrasi pada hari Jumat. Jika Anda percaya cerita yang diberikan oleh para penyiar itu, maka itu adalah tindakan mengumpulkan orang-orang yang menyerukan demokrasi dan liberalisme.

Namun, orang yang mengerti bahasa Arab dan benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan oleh Zindani akan menyadari bahwa dia menyerukan pelaksanaan Syariah dan Khilafah dengan mengutip hadits Nabi Muhammad SAW tentang kembalinya Khilafah. [m/ant/syabab.com]


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.