Header Ads

Disadap AS Pemimpin Eropa Marah , Penguasa Indonesia Malah Menutup-Nutupinya

Bocornya informasi penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat terhadap sejumlah pemimpin dunia, telah menimbulkan reaksi kemarahan. Para pemimpin Eropa bersatu untuk meminta klarifikasi dari pemerintah AS atas operasi intelijen terhadap mereka. Presiden Prancis dan Kanselir Jerman adalah dua orang pemimpin Eropa yang mengancam hubungan bilateral negara mereka, juga Masyarakat Eropa, dengan Amerika Serikat.



”Apa yang kita pertaruhkan adalah soal kelanggengan hubungan kami dengan AS,” kata Presiden Perancis, Francois Hollande.

Seperti diberitakan banyak media NSA disebut menyadap puluhan juta catatan telepon rakyat Perancis, termasuk diplomat Perancis di Washington dan PBB, NSA juga diduga menyadap ponsel Kanselir Jerman, Angela Merkel.

Laporan ini muncul setelah media Jerman memberitakan bahwa AS menyadap ponsel Kanselir Angela Merkel selama lebih dari satu dekade – dan pengawasan itu baru berhenti sejak beberapa bulan lalu. Surat kabar Inggris Guardian melaporkan bahwa NSA telah melakukan pengawasan kepada 35 pemimpin negara. Lagi, Snowden adalah sumber laporan tersebut.

Akan tetapi reaksi berbeda ditunjukkan pemerintah Indonesia. Baik Presiden SBY, Menhan maupun Badan Intelijen Nasional, justru menanggapi dengan dingin kabar penyadapan tersebut. Sebagaimana diberitakan surat kabar Australia, The Age dan The Sydney Morning Herald pada Juli lalu, yang menyatakan komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat pertemuan G-20 di Inggris pada 2009 disadap oleh pihak Australia.

Alih-alih meminta klarifikasi dari pemerintah AS, Kepala BIN maupun Menteri Pertahanan dan Keamanan malah tidak mengacuhkan hal tersebut. Kepala BIN justru meminta publik jangan terlalu mempercayai bocoran dari Snowden, dengan alasan Snowden ingin mengacaukan G20 dan sakit hati terhadap organisasi tempatnya bekerja.

Baru pada Rabu 30/10, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menyatakan tidak menerima dan protes atas fasilitas penyadapan tersebut. Padahal informasi penyadapan tersebut telah diterima pada bulan Juli lalu. Reaksi ini terjadi setelah adanya kemarahan para pemimpin Eropa dan juga desakan dari MPR dan sejumlah tokoh nasional.

Kita bisa melihat betapa lambannya respon penguasa atas perilaku keji imperialis dunia ini. Alih-alih marah, penguasa justru berusaha menutup-nutupi adanya operasi intelijen yang dilakukan AS terhadap diri mereka. Seolah-olah hal itu bukan sebuah ancaman atau penghinaan terhadap kedaulatan negara dan bangsa. Sementara para pemimpin Eropa yang notabene sekutu AS, menampakkan kemarahan besar atas perilaku sekutunya tersebut.

Politik kotor AS ini menunjukkan mereka tidak punya itikad baik terhadap siapapun, apalagi terhadap negeri-negeri muslim. Oleh karena itu sudah seharusnya penguasa negeri ini berani memutuskan hubungan apapun dengan rezim AS. Termasuk menghentikan program renovasi kedubes mereka di Jakarta, yang akan menjadi kedubes terbesar ketiga di dunia. Allah SWT.

Pesan kami pada penguasa negeri ini, jika kalian tidak memiliki izzul Islam wal muslimin, kalian hanya akan menjadi bulan-bulanan dan tertawaan kaum kuffar. berfirman:

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَانبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ

Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.(QS. al-Anfal: 58).

Meskipun kita tidak heran bila penguasa negeri lamban dalam merespon operasi keji AS. Karena seperti dikatakan Eva Kusuma Sundari, politisi dari PDI-P banyak di antara pejabat negeri ini yang sudah menjual diri mereka kepada asing, agar bisa menguasai berbagai sumber daya alam negeri ini. Termasuk menjual keislaman mereka untuk menghalangi dakwah Islam. [Iwan Januar – LSHTI] [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.