Header Ads

Penyatu Perjuangan Mujahidin dan Rakyat Suriah

Hisham Albaba
Ketua Maktab I’lamiy Hizbut Tahrir Suriah

Beberapa bulan setelah revolusi Suriah meletus, Hisham Albaba akhirnya dapat kembali ke Suriah, setelah 25 tahun dicekal pulang ke dalam negeri lantaran terindikasi bergabung dengan Hizbut Tahrir di Austria.



Ia benar-benar mengambil pelajaran berharga dari berhembusnya Arab Spring di Tunisia, rakyat Mesir, Libya dan Yaman, yang hanya menyatukan langkah untuk menumbangkan diktator tetapi terpecah dalam menentukan sistem apa yang akan digunakan. Sehingga terjebaklah mereka ke jebakan penjajah, lepas dari sistem kufur diktator masuk ke sistem kufur demokrasi.

Untuk mencegah hal itu terulang di bumi Syam, ia pun kembali ke Suriah untuk mengingatkan rakyat Suriah agar tidak saja mengganti rezim tetapi juga harus mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam yakni khilafah.

Alhamdulillah, berkat dakwah yang serius dan terencana matang, yang dijalankan siang dan malam, akhirnya, tidak ada satu aksi pun baik di jalanan atau pun di berbagai lapang di Suriah tanpa ada kibaran ar-Raya atau pun al-Liwa bahkan tidak ada satu brigade mujahidin pun yang berjuang di Suriah yang tidak bercita-cita menegakkan khilafah.

Padahal sebelumnya mereka enggan mengibarkan bendera nabi tersebut. “Karena media massa enggan meliputnya bila ada bendara Islam,” ujarnya.

Mengenal HT

Lelaki paruh baya kelahiran Damaskus tersebut, sejak kecil berada dalam halqah-halqah di masjid-masjid, Hisham seperti juga lazimnya kaum Muslim lainnya di Suriah mempelajari Islam yang membahas semua aspek, kecuali politik.

“Sampailah pada suatu periode, sampai aku bertanya apakah di dalam Islam tidak ada politik?” ujarnya kepada Media Umat. Dan para pengajar atau masyaikh-nya hanya menyilang telunjuk di atas mulut sambil berdesis: “Ssst, ssst, ssst.”

Meskipun dilarang untuk mempertanyakan masalah itu, dari setiap syeikh yang ditanya, ia tetap penasaran dan ingin jawaban yang gamblang.

Hingga pada 1981, Hisham meneruskan kuliah ke Eropa tepatnya di salah satu universitas di Viena, Austria. “Karena ada kakak saya di sana yang lebih dahulu tinggal,” ujarnya.

Ketika Hisham sendirian di rumah kakaknya, ia ingin baca-baca. Maka buku yang pertama kali ditemukannya adalah buku Nizhamul Islam (Peraturan Hidup dalam Islam). Ia buka halaman demi halaman secara acak. Dan ketika Bab Rancangan Undang-Undang Dasar. Ia baca pasal demi pasal bab tersebut tak terasa air matanya berderai. Lantaran akhirnya ia menemukan jawaban secara tuntas.

Ajaran Islam memang benar-benar kaffah karena mengatur masalah politik juga. “Aku menangis karena gembira,” ungkapnya.

Hisham kemudian mengkaji kitab tersebut sendirian. Ketika kakaknya pulang, ia langsung bertanya perihal kitab tersebut. Ternyata, kitab tersebut merupakan kitab yang diadopsi Hizbut Tahrir untuk diperjuangkan agar tegak di muka bumi ini. Dan kakaknya itu menjadi satu aktivisnya. “Maka saya langsung menggabungkan diri dengan Hizbut Tahrir,” kenangnya.

Sebagaimana tabiat aktivis Hizbut Tahrir, di samping kuliah Hisham pun berdakwah secara aktif. Tak jarang ia pun ditangkap aparat. “Memang saya sering ditangkap tetapi hanya diinterogasi,” akunya.

Dalam satu kesempatan interogasi, aparat Viena menanyakan kepastian status dirinya di Hizbut Tahrir. Dengan lantang Hisham pun menjawab: “Kalian senantiasa menyerukan kebebasan, mengapa kalian menannyakan saya beraktivitas apa dengan siapa?”

Aparat: “Iya, kami tahu kamu bebas untuk melakukan apa saja, tetapi kan kami hanya ingin tahu kamu beraktivitas apa saja di Hizbut Tahrir?”

Hisham: “Apakah kalian tidak merasa cukup puas, kalau Hizbut Tahrir tidak melakukan aktivitas fisik?”

Aparat: “Iya, tetapi kalian itu melakukan aktivitas yang lebih membahayakan daripada fisik!”

Alhamdulillah setelah itu dibebaskan. Namun, ia tidak menyangka ternyata ketika dirinya hendak mudik ke Damaskus, Hisham dicekal oleh pemerintah Suriah. Alasannya? Apalagi kalau bukan karena bergabung dengan Hizbut Tahrir.

Pulang ke Suriah

Hisham baru dapat pulang setelah revolusi dimulai. Ia pun langsung berdakwah kepada sahabat-sahabat yang menyambutnya sejak hari pertama menginjakkan kaki di Suriah.

“Saya berdiskusi dengan sahabat-sahabat saya seputar politik dalam Islam dan seputar metode menegakkan khilafah. Setiap diskusi saya yang menang!” ungkapnya karena dirinya senantiasa memberikan dalil dan mereka diam.

Banyak dari mereka akhirnya bergabung dengan Hizbut Tahrir, dan hal ini terus bergulir. Mereka pun aktif mendakwahkan kewajiban menegakkan kembali khilafah, tidak cukup sekadar mengganti rezim saja.

Di samping berdakwah kepada para ulama dan rakyat biasa, Hisham pun dibawa warga di berbagai daerah untuk menemui mujahidin dari berbagai kelompok.

“Revolusi ini akan mengembalikan negeri Al Syam sebagai sebuah negara, dan sebagai bagian dari Daulah Khilafah mendatang, insya Allah, yang akan menjadi negara terkemuka di dunia dalam satu dekade,” tegasnya ketika pidato di hadapan para mujahidin yang memadati Masjid Ansharu Rasul di I’zaaz.

Di samping meminta agar tetap teguh dan tabah dalam berjuang menumbangkan rezim diktator Al Assad, Hisham pun meminta para mujahidin mengambil pelajaran berharga dari kegagalan revolusi di Tunisia, Mesir dan Libya.

“Kami mendorong Anda dan mengundang Anda untuk mengambil pelajaran dari revolusi-revolusi sebelumnya, sehingga Anda tidak jatuh ke dalam perangkap sebuah negara sekuler sipil seperti yang telah mereka lakukan!” pekiknya saat itu.

Maka, Hisham pun mewanti-wanti agar mujahidin waspada terhadap tipu daya Barat dan para kaki tangannya di dalam negeri serta harus tetap menyatukan visi misi perjuangan hingga tumbangnya Assad sehingga muncul situasi kondusifnya untuk mengangkat seorang lelaki mulia menjadi khalifah.

Dalam kesempatan itu, Hisham pun tak lupa menunjukkan dan menjelaskan peta jalan yang dikeluarkan Hizbut Tahrir Suriah yang bertanggal 28 Ramadhan 1433 H untuk membawa perubahan di Suriah yang mengarah kepada Daulah Khilafah, yang berjudul: Manifesto Hizbut Tahrir tentang Revolusi Al Syam: Menjelang Kelahiran Khilafah Rasyidah yang Kedua.

Selain ke I’zaaz, Hisham pun berkeliling ke kantong-kantong mujahidin lainnya termasuk ke Soran di pedesaan Aleppo. Di berbagai tempat, ceramahnya mendapat sambutan yang sangat baik dan positif, dan terdapat interaksi yang baik dari para hadirin.

Ceramah itu diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari kaum muda yang rindu akan kekuasaan Islam. Ceramah kemudian dilanjutkan dengan dibagi-bagikannya draft Konstitusi Daulah Khilafah kepada para hadirin, Manifesto HT dan pernyataan tentang konspirasi Lakhdar Brahimi.

Terlihat suka cita yang sangat besar dari wajah Hisham maupun mujahidin selama kunjungan dan pertemuan-pertemuan tersebut. Janji para mujahidin untuk menegakkan khilafah lalu di-upload ke Youtube untuk membuka mata dunia yang ditutup-tutupi oleh Barat dan media massanya.

Maka, meski pun di negerinya sedang berkecamuk perang, Hisham Albaba datang ke Indonesia. Di hadapan sekitar seratus ribu peserta Muktamar Khilafah, ia meneriakkan yel. “Suriah turid Khilafah Islamiyyah!” pekiknya, Ahad (2/6) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Serentak peserta pun memekikkan kata yang sama: “Suriah turid Khilafah Islamiyyah!”

“Jakarta turid Khilafah Islamiyyah!” pekiknya lagi.

Peserta kembali memekikkan kata yang sama: “Jakarta turid khilafah Islamiyyah!”

Jadi, ungkapnya kepada Media Umat, insya Allah keberadaan dirinya di Muktamar Khilafah ini akan mewujudkan ikatan yang kuat antara revolusi Syam dengan aktivis Hizbut Tahrir dan kaum Muslim yang ada di Indonesia.[] Joko Prasetyo [mediaumat/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.