Header Ads

Pemilu 2014 : Tidak Akan Membawa Perubahan Hakiki

Pemilu 2014 : Tidak Akan Membawa Perubahan Hakiki
Selama kurun waktu 1955 sampai 2014 sekarang, sejarah mencatat setidaknya sudah ada sebelas kali Pemilu digelar di negeri ini. Sepanjang waktu tersebut, Indonesia dipimpin oleh 6 orang presiden dari latar belakang yang berbeda-beda, yakni Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Poetri dan Soesilo Bambang Yudhoyono. Dan pada pemilu bulan Juli mendatang akan dipilih presiden ke tujuh yang diharapkan bisa membawa angin perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.



Namun sayang, wajah Indonesia lima tahun ke depan tampaknya tak banyak perubahan sebab pemilu 2014 lagi-lagi hanya memberi harapan palsu. Boleh saja orang-orangnya berganti, baik itu presiden atau anggota DPR, namun kebijakannya tetap yang lama. Parlemen dan Penguasa yang diamanahi oleh rakyat melalui mekanisme Pemilu untuk mengayomi mereka, nyatanya banyak melahirkan peraturan perundangan yang justru merugikan rakyat dan menguntungkan pihak asing. Selain itu, banyak pengamat memprediksi bahwa pemerintahan mendatang yang sejatinya dipilih melalui mekanisme pemilu akan agak rumit karena dibangun berdasarkan koalisi. Tidak ada yang dominan. Maka boro-boro berjalan sendiri, mereka harus saling berkompromi. Ujung-ujungnya adalah politik dagang sapi.

Publik dipaksa menyaksikan realita bahwa pergantian pemimpin baik sebelum maupun setelah reformasi ternyata tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Justru sebaliknya, malah banyak perubahan negatif yang muncul bahkan semakin membesar.

Perubahan yang selama ini terbenakkan tatkala ingin menjadikan nasib negeri ini menjadi lebih baik selalu bermuara pada perubahan orang; siapa presidennya, siapa wakil rakyatnya. Padahal justru yang paling penting adalah sistem apa digunakan. Sebab jika berbicara mengenai perubahan yang hakiki, kita tidak sekedar membutuhkan personal pemimpin yang amanah, namun juga sistem yang amanah. Hal tersebut diamini oleh Pakar Ilmu Pemerintah, yang pernah menjadi dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Andi Azikin, beliau mengatakan bahwa Pileg pada April dan Pilpres Juni 2014 tidak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik sebab dua syarat tersebut tidak dipenuhi.

Pemilu nyatanya tidak memberikan perbaikan dan perubahan yang hakiki. Sebab Pemilu di manapun memang didesain hanya untuk pergantian orang atau rezim, bukan sistem dan ideologi. Inilah yang menjadi masalah. Jika sistemnya sejak awal bermasalah, maka sebaik apapun personal yang memimpin maka hasilnya tetap akan bermasalah. Seperti teori perubahan yang disebutkan oleh para pakar psikologi, bahwa lingkungan akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang.

Menggantungkan nasib perubahan pada sistem yang diterapkan di Indonesia sekarang ini sangatlah tidak mungkin. Sistem demokrasi sejak awal tidak diperuntukkan untuk kebangkitan sebuah bangsa. Sistem ini dibangun dalam rangka menjaga hegemoni Barat (Amerika) atas dunia Islam. Amerika secara sengaja menanamkan demokratisasi di seluruh dunia untuk menekan agar tidak ada kekuatan lain di luar Amerika yang bisa bangkit menandingi Amerika. Contoh faktualnya adalah Irak yang dihancurkan pemerintahannya oleh Amerika atas nama Demokrasi. Pemerintahan Mursi yang menang dalam pemilu sistem Demokrasi Mesir, harus digulingkan karena sudah tidak sejalan lagi dengan keinginan Amerika. Di sisi lain, sistem demokrasi pun memberikan hak pembuatan hukum kepada manusia tetap bercokol.

Demokrasi pun menjadi pintu lahirnya berbagai UU yang merugikan rakyat. Sistem ekonomi kapitalisme juga tetap bertahan dan bahkan makin kapitalistik. Sistem politik demokrasi yang mahal menyebabkan angka korupsi semakin menggurita dan persekongkolan penguasa-pengusaha pun makin menjadi-jadi. Penguasa butuh modal yang tak sedikit untuk meraih kekuasaan dan pengusaha memodali proses politik mereka tidak secara cuma-cuma. Konsekuensinya, selain pengembalian uang, haruslah ada kompensasi baik berupa uang atau kebijakan yang menguntungkan pemodal. Jadilah negeri ini seperti sekarang ini. Tak ada yang namanya kepentingan rakyat. Yang ada hanyalah kepentingan elite politik dan para kapitalis. Apakah pemilu dengan hasil seperti ini akan membawa perubahan untuk kehidupan masyarakat?

Sejarah panjang bangsa ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita, bahwa tidak cukup sekadar mengganti orang namun juga harus mengganti sistem secara mendasar dan menyeluruh. Sebab sistem sekuler demokrasi kapitalisme yang justru menjadi biang keladi dari berbagai permasalahan. Bila kita menginginkan perubahan sistem, apalagi ideologi; kita tidak bisa berharap pada pemilu, sebab pemilu tidak menawarkan hal itu. Sejarah pun mencatat bahwa perubahan-perubahan besar yang terjadi di berbagai negara di dunia tidaklah terjadi melalui pemilu termasuk Pilpres mendatang.

Perubahan hakiki, yakni perubahan sistem dan personal harus kita perjuangkan. Sebab perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya. Tidak ada pilihan lain bagi negeri yang mayoritas Muslim ini kecuali kembali memperjuangkan penerapan syariah Islam melalui negara yakni khilafah. Mengapa harus Islam? Sebab Islam yang berasal dari Allah SWT adalah diin atau ideologi yang memiliki seperangkat aturan yang komprehensif untuk mengatur seluruh kehidupan manusia. Terlebih, sistem ini telah terbukti dalam kurun waktu yang panjang dalam mengelola sepertiga dunia sehingga dunia Islam menjadi mercusuar peradaban dunia. Dan, sistem Islam inilah yang dulu dicontohkan oleh Nabi SAW dalam membangkitkan kaum Muslim dan orang Arab dari masa jahiliyah ke masa kejayaan Islam.

Perjuangan penerapan syariah ini haruslah dilakukan dengan jalan dakwah yang sesuai dengan metoda dakwah Rasulullah saw. Jalan dan metode lain tidak akan menghantarkan pada tujuan, bahkan akan memalingkan dari jalan yang benar. Perjuangan itu harus dilakukan secara terorganisir dan berjamaah. Dalam hal ini, peran partai politik sangat vital. Partai harus melakukan pengkaderan, pembentukan kesadaran umum tentang Islam di tengah masyarakat dan thalabun nushrah. Inilah jalan yang haq, yang dijamin akan menghasilkan kemenangan hakiki dan tegaknya al-haq, yaitu penerapan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
Kamila Aziza Rabiula
Mahasiswi Keperawatan Universitas Padjadjaran
[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.