Header Ads

Strategi Membendung Liberalisasi Ormas Islam

Strategi Liberalisasi Ormas Islam

Strategi liberalisasi organisasi Islam dapat diringkas sebagai berikut:

Pertama: Infiltrasi pemikiran-pemikiran liberal ke dalam organisasi-organisasi Islam melalui agen-agen liberal. Strategi ini adalah strategi baku untuk meliberalisasi organisasi-organisasi Islam. Sebagai ilustrasi sederhana, pada tahun 70-an, Fazlur Rahman dan Leonard Binder—agen pemikiran liberal—berkunjung ke Indonesia untuk bertemu dengan intelektual muda. Dari pertemuan-pertemuan itu, Fazlur Rahman berhasil menancapkan pengaruh-pengaruh pemikiran liberalnya. Tokoh liberal yang bersinggungan langsung dengan pemikiran dan pribadi Fazlur Rahman adalah Nurcholis Madjid. Melalui Nurcholislah, pemikiran-pemikiran liberal ditularkan kepada tokoh-tokoh lain yang dipersiapkan dengan pemikiran-pemikiran liberal Barat, dan di-support penuh untuk memimpin dan mengendalikan ormas terbesar di Indonesia (Muhammadiyah dan NU) secara pemikiran.

Melalui agen-agen Barat inilah, pemikiran-pemikiran liberal mulai merasuki dan meracuni ormas dan organisasi Islam. Selanjutnya, agen-agen ini merekrut dan mengkader intelektual-intelektual muda di organisasi-organisasi tersebut untuk memperkuat perjuangan mereka. Tidak hanya itu, mereka juga meminggirkan tokoh-tokoh yang melawan paham liberalisme-sekularisme dari tubuh organisasi-organisasi Islam itu. Mereka menutup mobilitas vertikal kaum intelektual Islam yang lebih fakih dan wara’ daripada mereka hingga tidak bisa meraih pucuk kendali organisasi. Terpilihnya Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU menjadi contoh dan bukti paling baik untuk poin ini. Melalui orang-orang tertentu yang berpikiran liberal pelan tapi pasti, organisasi massa terbesar di Indonesia ini, mulai dibombardir dengan paham-paham liberal. Di organisasi Muhammadiyah, terpilihnya Syafi’i Ma’arif menjadi Ketua Umum Muhammadiyah juga menandai keberhasilan strategi infiltrasi ini. Pemberantasan TBC (tahayul, bid’ah, dan khurafat) dan kembali pada syariah (al-Quran dan as-Sunnah) yang menjadi isu sentral dakwah Muhammadiyah mulai terdengar sayup-sayup dan nyaris menghilang.

Kedua: Liberalisasi Melalui Jalur Pendidikan. Cara ini juga terbukti efektif dan ampuh untuk meliberalisasi organisasi-organisasi Islam. Program-program beasiswa, penelitian, dan bantuan-bantuan asing yang diberikan kepada lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi Islam bukanlah bantuan gratis nir kepentingan. Sesungguhnya, di balik program beasiswa, bantuan dan penelitian itu, ada motif-motif culas untuk mengubah pemikiran anak-anak kaum Muslim.

Nurcholis Madjid, misalnya, pada awalnya pemikiran keagamaannya banyak dipengaruhi oleh Mohammad Natsir, Deliar Noer dan A. Hasan yang amat kritis terhadap pemikiran-pemikiran Barat. Namun, setelah mendapatkan beasiswa Ford Foundation untuk kuliah di University of Chicago, pemikirannya berubah haluan menjadi pro Barat dan gigih menyerang gagasan-gagasan yang anti terhadap sekularisme-pluralisme.

Ada baiknya kita mengetahui cerita di balik “berubahnya” pemikiran Nurcholis untuk membuktikan bahwa jalur pendidikan adalah sarana paling efektif untuk memasukkan gagasan-gagasan liberal. Tahun 1973, Fazlur Rahman dan Leonard Binder datang ke Indonesia mencari orang-orang yang tepat untuk menjadi peserta di program seminar dan lokakarya di University of Chicago. Binder mendorong Nurcholis Madjid untuk menjadi peninjau dalam program seminar dan lokakarya setengah tahunan yang diselenggarakan oleh University of Chicago pada tahun 1976. Rayburn Smith—pegawai Ford Foundation di Jakarta—dan Leonard Binder benar-benar mendorong Nurcholis untuk mengikuti program itu. Karena ada persyaratan dari Ford Foundation yang belum dipenuhi Nurcholis—peserta harus menjadi pegawai negeri sipil; sedangkan saat itu Nurcholis belum menjadi pegawai negeri sipil—maka Nurcholis harus dilantik terlebih dulu menjadi peneliti LIPI. Pada saat itu, Nurcholis belum mengenal Fazlur Rahman dan tidak tahu apa yang dilakukan oleh Fazlur Rahman.

Pada tahun 1977, Nurcholis pulang ke Indonesia. Ia lalu kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1978 untuk mengambil program pascasarjana di University of Chicago. Di sana Fazlur Rahman mengajak Nurcholis untuk mengambil penelitian di bidang kajian keislaman di bawah bimbingannya. Nurcholis lulus dengan predikat cum laude tahun 1984 dengan judul desertasi doctor, Ibn Taymiya on Kalam and Falsafah: A Problem of Reason and Revelation in Islam.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat, Nurcholis mulai menyebarkan virus-virus pemikiran sekularisme-liberalisme di Indonesia. Pola yang sama digunakan untuk memunculkan orang-orang liberal lainnya.

Ketiga: Proyek-proyek Bantuan Asing Dengan Mengatasnamakan Penelitian Agama, Seminar, Lokakarya dan lain-lain. Selain melalui jalur pendidikan, proyek liberalisasi Dunia Islam juga dilakukan dengan proyek-proyek bantuan asing dengan mengatasnamakan penelitian agama, seminar, lokakarya, pelatihan gender, penerbitan buku-buku bermuatan liberalisme-sekulerisme, dan lain sebagainya. Bantuan ini biasanya diberikan kepada yayasan-yayasan atau LSM-LSM penggiat liberalisme-sekularisme dan feminisme, seperti Jaringan Islam Liberal, Yayasan Paramadina, LKiS, dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini mendapatkan support dari Barat untuk me-massif-kan proyek-proyek liberal di Indonesia, dengan cara memberikan bantuan untuk penelitian, workshop, seminar, lokakarya, pelatihan, dan pencetakan buku-buku berhaluan liberal.

Keempat: Ekspose Tokoh-tokoh Liberal. Strategi ini ditujukan untuk membangun opini dan image tokoh-tokoh liberal di tengah-tengah masyarakat. Melalui ekspose media yang massif, tokoh-tokoh ini disulap sedemikian rupa menjadi tokoh-tokoh yang memiliki legitimasi dan reputasi ilmiah tinggi. Untuk memperkuat opini ini, mereka diberi sederet gelar dan penghargaan oleh tuan-tuan mereka, kaum kafir imperialis. Ibarat sebuah opera, para agen ini diperankan sebagai tokoh-tokoh protagonis dengan sejuta kharisma dan kelebihan. Hebatnya lagi, orang yang tidak menonjol dari sisi pemikiran dan ketokohan pun bisa mereka opinikan sebagai tokoh spektakuler yang harus diperhitungkan. Contoh paling baik untuk masalah ini adalah Ahmad Wahib. Tokoh sezaman dengan Nurcholis dan Dawam Rahardjo ini bukanlah tokoh yang menonjol dan terkenal, bahkan di lingkungan HMI sekalipun. Kematiannya hanya meninggalkan catatan-catatan harian yang belum jelas benar asal-usulnya. Namun, kematian Ahmad Wahib dijadikan momentum oleh kaum liberal untuk menggaungkan kembali paham-paham liberal. Tokoh ini diekspos sedemikian rupa sehingga banyak orang mau tidak mau harus memperhatikan tokoh asal Sampang Madura ini. Ekspos terhadap Ahmad Wahib tidaklah sepi dari kepentingan. Kepentingan pertama adalah membangun citra bahwa ide-ide liberal pun bisa diterima oleh orang Madura yang terkenal sebagai kota santri dan kiai. Kepentingan kedua adalah jika seseorang ingin dianggap reformis dan pembaru Islam, ia harus berhaluan liberal.

Tidak hanya itu, untuk memperkuat ketokohan dan kredibilitas para agen ini, kaum kafir Barat bekerjasama dengan para penguasa antek kafir imperialis menempatkan mereka pada pos-pos kunci di lembaga pemerintahan; seperti rektor, peneliti, dosen maupun penasihat pemerintah di bidang-bidang tertentu. Cara seperti ini ditujukan untuk menempatkan tokoh-tokoh karbitan ini sebagai rujukan dan panutan umat.

Kelima: kerjasama pemuda dan pelajar serta dan kunjungan ke luar negeri. Cara ini juga lazim dipakai oleh kaum kafir untuk mengubah perasaan dan cara pandang anak-anak kaum Muslim terhadap Barat. Ketika berada di negara-negara Barat, kepada anak-anak kaum Muslim ini ditunjukkan budaya dan nilai Barat. Semua hal yang baik ditunjukkan kepada mereka, sedangkan kejahatan dan keculasan Barat sama sekali tidak mereka tunjukkan. Akibatnya, anak-anak kaum Muslim mulai inferior dan kagum dengan “budaya dan nilai Barat”. Bahkan anak-anak kaum Muslim ini, setibanya di Tanah Air menyatakan, Barat lebih islami dibandingkan dengan umat Islam. Perasaan inferior ini semakin menguat, ketika realitas kehidupan kaum Muslim di negerinya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan realitas kehidupan Barat. Keadaan ini semakin menyakinkan mereka untuk meninggalkan Islam serta menerima pemikiran-pemikiran dan nilai-nilai Barat. Mereka lupa, bahwa kemerosotan dan kemunduran kaum Muslim disebabkan karena diterapkannya pemikiran-pemikiran Barat yang selama ini mereka kagumi, bukan karena penerapan Islam oleh kaum Muslim.

Strategi Membendung Liberalisasi

Strategi membendung liberalisasi dapat diringkas sebagai berikut:

Pertama: liberalisme, pluralisme dan sekularisme tidak akan pernah diterima oleh umat Islam jika mereka menyadari sepenuhnya kerusakan dan pertentangan paham-paham tersebut dengan Islam. Untuk itu, strategi pembendungan liberalisasi, pluralisasi dan sekularisasi di Dunia Islam adalah dengan memperkuat pemahaman umat terhadap ajaran Islam yang benar dan tinggi. Itulah Islam yang dipahami dan dipraktikkan Nabi Muhammad saw. dan generasi-generasi terbaik umat Islam. Umat Islam harus disadarkan, bahwa ketinggian dan kemuliaan mereka hanya bisa diwujudkan kembali jika mereka telah menjadikan Islam sebagai satu-satunya sudut pandang dan sistem hidup mereka. Selain itu, umat juga harus disadarkan bahwa kehancuran dan kemerosotan peradaban dunia disebabkan karena diterapkannya paham kapitalis-sekular, dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Islam. Umat Islam juga harus disadarkan, bahwa revitalisasi umat Islam tidak akan terwujud jika umat Islam mengikuti saran-saran para agen kaum kapitalis-sekular. Kebangkitan Islam hanya bisa diwujudkan dengan cara menerapkan Islam secara menyeluruh dalam sebuah institusi politik Islam, Khilafah Islamiyah; bukan dengan meliberalisasi pemikiran-pemikiran Islam agar sejalan dengan pemikiran-pemikiran kufur Barat.

Dengan cara-cara seperti di atas, pemikiran kapitalis-sekular-liberal dan para propagandisnya akan mengalami delegitimasi dan kehilangan trust.

Kedua: membangun kesadaran politik umat. Yang dimaksud dengan membangun kesadaran politik adalah upaya untuk menjadikan Islam sebagai sudut pandang (wijhatu an-nadhr) untuk melihat problem-problem dunia. Kesadaran ini akan mendorong umat untuk melihat berbagai macam persoalan berdasarkan akidah dan syariah Islam. Tidak hanya itu, kesadaran politik akan meningkatkan kepekaan umat terhadap makar dan strategi kaum kafir Barat untuk menghancurkan Islam. Dengan kesadaran ini, umat mampu menganalisis dengan cermat dan benar agenda-agenda jahat kaum kafir liberal atas Dunia Islam.

Ketiga: menjelaskan jalan menuju kebangkitan Islam kepada umat sejelas-jelasnya. Setidaknya adalah tiga hal penting yang harus dijelaskan kepada umat.

1. Kebangkitan Islam hanya bisa diwujudkan dengan jalan menerapkan Islam secara kaffah dalam koridor sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

2. Menegakkan Khilafah Islamiyah harus dilakukan dengan amal jama’i, bukan amal fardi. Atas dasar itu, umat harus diajak untuk berkecimpung dalam gerakan atau jamaah Islam yang bertujuan menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah. Sebaliknya, umat harus dijauhkan dari gerakan, ormas atau partai yang tidak memperjuangkan syariat dan khilafah Islamiyyah.

3. Umat juga harus disadarkan bahwa berdiam diri (as-sukut) terhadap penerapan hukum dan sistem kufur adalah kemaksiatan yang amat besar. Sebaliknya, memperjuangkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah adalah kewajiban paling agung.

Dengan strategi ini, niscaya liberalisasi di tubuh umat Islam bisa dibendung. Wallahu al-Hadi al-Muwaffiq ila Aqwam ath-Thariq. []


Sumber

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.