Header Ads

Gaji Naik, Rakyat pun Diperas

Gaji Naik, Rakyat pun Diperas
Masih inget kasus korupsi Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil (PNS) Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan? Kasus korupsi yang menghebohkan tersebut membukakan mata kita semua.



Seorang PNS golongan III A berhasil membobol uang negara hingga Rp 25 miliar. Dengan gaji plus tunjangan sebesar Rp 12 juta atau di atas rata-rata gaji PNS lainnya, Gayus menjadi bukti bahwa gaji besar tidak memberikan jaminan bahwa pegawai negeri tidak akan korupsi.

Di tengah belum sepenuhnya bersih aparat pemerintah, khususnya di lingkup Ditjen Pajak, dari niat buruk korupsi, pemerintah justru mengeluarkan wacana menaikkan gaji PNS di Ditjen Pajak. Dengan alasan remunerasi, seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berjumlah sekitar 32.000 orang bakal menerima gaji tambahan tersebut.

Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebanyak Rp 4,2 triliun. Artinya, gaji rata-rata pegawai pajak akan naik 2,5 kali lipat dari yang diterima sekarang. Remunerasi ini adalah kali kedua setelah yang pertama kali pada 2007.

Anehnya lagi, anggota dewan justru telah mengetok palu remunerasi tersebut. Dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan, Komisi XI DPR menyetujui kenaikan gaji PNS Ditjen Pajak. ”Kami menyetujui usulan Menkeu soal perlunya remunerasi pegawai pajak karena mereka ini sudah lama sekali tidak ada kenaikan gaji. Saya usul untuk memberikan tunjangan kinerja. Barang siapa bisa mencapai target tertentu, diberikan insentif,” kata Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad.

Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito yang baru dilantik menyatakan, keputusan ini sudah ditunggu seluruh pegawai pajak, karena remunerasi terakhir terjadi tujuh tahun silam. Sigit beralasan kenaikan gaji tersebut karena beban kinerja Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sangat berat.

Sementara itu, target penerimaan pajak setiap tahun terus meningkat. Ditjen Pajak adalah tumpuan sebagai pemasukan negara. “Remunerasi akan menjadi tambahan motivasi mencapai target pajak. Jangan heran kalau gajinya besar,” ujarnya.

Sigit optimistis, dengan dukungan dari pemerintah dan DPR, target pajak tahun 2015 bakal tercapai. Semua kepala kantor wilayah pajak di seluruh Indonesia telah menetapkan komitmen tersebut.

Jika membandingkan gaji PNS lainya, Direktorat Jenderal Pajak merupakan salah satu institusi Kementerian Keuangan yang mendapatkan remunerasi tertinggi. Untuk yang baru masuk di Ditjen Pajak gajinya minimal Rp 5 Juta/bulan. Ini masih golongan pelaksana biasa, berbeda dengan gaji PNS lainnya.

Hitung-hitungan gaji pegawai Pajak Golongan III yakni Gaji Pokok sebesar Rp 2.066.600/bulan, Tunjangan Kehadiran Rp 240.000/bulan, Tunjangan Kegiatan Tambahan Rp 5.400.000/bulan, Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Rp 3.800.000/bulan, Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Account Representative Rp 5.600.000/bulan.

Tunjangan lainnya adalah tunjangan istri 10 % dari gaji pokok dan tunjangan anak setiap anak (maksimal 2) mendapat 2% dari gaji pokok. Lainnya, uang makan Rp 27.000 (dibayar perbulan menurut daftar kehadiran), uang lembur Rp 17.000 dan uang makan lembur Rp 27.000.

Rakyat Membiayai Negara

Apa yang diungkapkan Sigit membuktikan pemerintah bakal jor-joran menyedot pajak dari rakyat. Rakyat lah yang menjadi sasaran pemerintah untuk membiayai negara (APBN).

Lihat saja struktur R-APBN 2015, dari total pendapatan negara sebanyak Rp1.762,29 triliun, pemerintah menargetkan penerimaan dari pajak mencapai Rp1.370,82 triliun. Artinya, 77,79% dari total pendapatan negara. Sisanya disumbang dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 388,04 triliun, atau 22,02% dari total pendapatan negara.

Jika dilihat tren sejak tahun 2006, tampak jelas bahwa pendapatan negara makin bergantung pada penerimaan perpajakan. Pada tahun 2006, peran penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara baru sebesar 64,14%, tapi tahun 2015 meningkat menjadi 77,79%.

Sebaliknya jika melihat struktur belanja negara, dalam R-APBN 2015 mencapai Rp2.019,87 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp1.379,88 triliun merupakan belanja pemerintah pusat (BPP) atau 68,32% dari belanja negara. Sedangkan Rp 639,99 triliun lainnya merupakan transfer ke daerah atau 31,68%. Sebaliknya, subsidi yang pemerintah alokasikan untuk rakyat hanya Rp433,51 triliun atau 21,46% dari belanja negara.

Sudah pasti dengan target terbesar pendapatan negara berasal dari pajak, rakyat bakal menjadi sasaran empuk untuk mengisi kas negara. Sebaliknya subsidi yang pemerintah berikan untuk rakyat terlihat ‘jomplang’. Inikah Pemerintah yang ‘katanya’ dipilih rakyat? Joe Lian [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.