Header Ads

Indonesia Tidak Bisa Apa-apa Soal Timah, Ini Akar Masalahnya…

Indonesia Tidak Bisa Apa-apa Soal Timah, Ini Akar Masalahnya…
Pernyataan Menko Perekonomian Sofyan Djalil yang menyebut Indonesia produsen timah kedua terbesar di dunia sekarang tapi tidak bisa berpengaruh apa-apa, menurut aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bangka Belitung Fakhruddin Halim itu semua bermula dari neoliberalisasi timah.



“Inti akar persoalan timah adalah neoliberalisme pada 1999, saat itu, Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan bahwa timah tidak lagi menjadi barang strategis. Sehingga timah yang sebelumnya hanya negara yang mengelola atau menambang, maka sejak saat itu swasta pun boleh menambang,” ujar Fakhruddin kepada mediaumat.com, Rabu (24/6) melalui surat elektronik.

Akhirnya, lanjut Fakhruddin, siapa saja boleh menambang. Selain itu, soal tataniaga timah juga kacau, sebab, siapa saja boleh mengekspor. “Seharusnya timah adalah barang kepemilikan umum, maka negaralah satu-satunya yang menguasai sektor hilir, sejak neoliberalisasi tidak demikian,” ungkapnya.

Sejak saat itu, timah bebas ditambang siapa saja, stok pasir timah pun tidak terkontrol. “Maka para cukong pun melakukan penyelundupan, barangnya banyak,” kata Fakhruddin.

Fakhruddin pun menilai penyelundupan semakin subur karena pengamanan jalur penyelundupan kuramg begitu ketat. “Ditambah TNI AL, Polairut kekurangan personil, peralatan dan bahkan tidak menutup kemungkinan ada oknum aparat ikut bermain,” bebernya.

Menurut Fakhruddin, solusi soal pertimahan adalah timah dikembalikan menjadi barang strategis, negara satu-satunya yang punya otoritas mengatur penambangan dan kalau pun ada individu dan swasta maka statusnya bukan sebagai pemilik pasir timah. “Tapi mereka, atas kesepakatan mendapatkan upah atas usahanya mengangkat pasir timah atau melakukan peleburan bijih timah sehingga menjadi timah balok,” usulnya.

Selain itu, lanjut Fakhruddin, tataniaga timah hanya negara yang mengaturnya, mengontrol dan mengekspor atau kebutuhan lainnya. Jadi tataniaga timah dikendalikan negara. Artinya ekspor satu pintu. Dan negara membentuk badan atau BUMN khusus untuk mengatur tataniaga timah.

Bukan seperti hari ini, justru tataniaga timah diserahkan kepada swasta yakni INATIN-ICDX sehingga yang diuntungkan adalah swasta. “Bayangkan Menteri Perdagangan melalui peraturan Kemendag tahun 2013, ekspor timah harus dilakukan melalui bursa ICDX. Padahal ICDX adalah murni swasta!” pungkasnya.

Sebelumnya, seperti diberitakan detik.com, Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, Presiden Jokowi langsung ke lapangan dan melihat kerusakan lingkungan akibat penambangan timah ilegal di Babel.

“Kemarin (Presiden) pergi ke lapangan, melihat bagaimana kerusakan lingkungan, bagaimana tidak terjadinya reklamasi dan lain-lain. Itu masalahnya. Presiden juga inginkan kita harus bisa kontrol timah. Kita produsen kedua terbesar di dunia sekarang. Tapi kita nggak bisa pengaruh apa-apa,” kata Sofyan di kantor Presiden, Jakarta, Senin (22/6). Menurut Sofyan, kondisi ini terjadi karena banyaknya timah ilegal dari Indonesia yang diselundupkan.[] Joko Prasetyo [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.